Beginilah Orang-orang "Wahabi" Menyambut Tamu
Ketika Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam diutus oleh Allah Ta’ala sebagai seorang Rasul, seluruh kebiasaan buruk orang-orang jahiliyah dirubah dengan syari’at Islam yang paripurna. Sedangkan kebiasan-kebiasaan yang sejalan dengan ajaran agama Islam tetap dipertahankan dan dijadikan bagian dari syrai’at Islam. Di antara kebiasaan sekaligus kelebihan bagi bangsa Arab pada masa itu adalah “Ikroomu Ad-Dhoif” atau memuliakan tamu. Di dalam Islam, memuliakan tamu adalah salah satu kewajiban bagi tuan rumah. Hal ini sebagaimana sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam,
مَنْ كَانَ يُؤْمِنُ بِاللهِ وَاْليَوْمِ
اْلأخِرِ فَلْيُكْرِمْ ضَيْفَهُ
“Barang siapa yang beriman pada Allah dan hari akhir maka
hendaklah dia memuliakan tamunya.” (HR. Bukhari)
Selama kurang lebih 4 (Empat) tahun saya tinggal di Madinah
untuk belajar, untuk yang pertama kalinya saya bertamu ke rumah Su’udiy (orang
Saudi) tadi malam. Itupun karena di ajak oleh seorang kawan yang sudah 6 tahun
bermukin di Madinah bertugas sebagai seorang Muadzdzin (orang yang
mengumandangkan azan) di Jami’ Ummil Mukminin, salah satu Masjid di kota
Madinah Nabawiyah.
“Bang, mau ikut ke rumahnya Syeikh Sulthon ndak?” Tanya kawan saya yang saat ini
Beliau juga sedang menyelasaikan belajarnya di Ma’had Harom Nabawi.
“Hmmm..Boleh.” Jawab ku singkat setelah bergumam beberapa detik, memikirkan
tawarannya “No” or “Yes”.
“Setelah Isya langsung ya.” Tambahnya.
Shohibul bait adalah salah satu dosen pasca sarjana di
Fakultas Dakwah wa Ushuluddin, Universitas Islam Madinah KSA. Beliau juga lah
yang ‘merekrut’ dan ‘memboyong’ kawan saya untuk tinggal di Saudi dan
memintanya untuk menjadi Muadzin di Sini.
Tidak lama setelah sholat Isya, kami berdua pun langsung
beranjak pergi menuju rumah Syeikh yang tidak terlalu jauh untuk ditempuh dengan
jalan kaki. Tidak lama berjalan, tiba-tiba ada kawan lain yang datang dengan
mobilnya untuk menjemput kami. Nah, beliau inilah yang awalnya menyampaikan
undangan Syeikh. Setibanya di depan rumah Syeikh, kawan saya menelpon,
mengabarkan bahwa kami sudah sampai sekaligus mewakili ucapan izin kami yang
menjadi salah satu adab dalam bertamu.
Selang beberapa detik, tuan rumah yang tidak lain adalah
Syeikh sendiri yang membukankan kami pintu. Menyambut tamunya sehangat mungkin
sebagaimana layaknya orang-orang Saudi ketika bertemu dengan saudaranya.
Macam-macam kalimat yang keluar dari lisannya; “Ahlan”, “Kaifa haluk”, “Kaifal
umuur”, “tafadhdhol”, “Marhaban”, “Kaifa dirosah”, dan seterusnya yang
dibarengi dengan senyum yang terukir di wajah Arabnya.
Kami bertiga pun dipersilakan masuk ke ruangan tamunya. Yang
pertama kali beliau lakukan adalah memberikan kami hadiah berupa buku karya
beliau sendiri. Buku pertama adalah “Juhuudu Al-Jaami’ati Al-Islaamiyyati Fii
Majaali Ad-Diroosaat Al-Istisyrooqiyyah”, yang kedua “Al-Istisyrooq Al-Faronsiy
Wa As-Siiroh An-Nabawiyyah”, dan yang ketiga “Al-Mujtama’ As-Su’uudiy wa
At-Taghyiir” karya Dr. Muhammad bin ‘Abdillah As-Salumiy. Dari judulnya,
sepertinya beliau ini adalah dosen yang ‘takhoshshush’ atau fokus dibidang orientalisme.
Sambil menunggu tamu beliau yang lain, kami disungguhkan
dengan kopi khas Arab, kopi yang mesti diseruput dengan kuma sukkari agar rasa
pahitnya tidak membuat kening berkerut. Hal yang menarik bagi saya pribadi dari
cara orang-orang Saudi ketika menjamu tamunya adalah mereka sendiri yang
menuangkan minuman dari teko/ceret ke dalam gelas dan ‘bergerliya’ dari satu
kursi ke kursi lainnya tempat tamunya duduk.
Ketika kawan saya ingin memberikan isyarat ingin membantu dan
menggantikan posisi syeikh untuk menuangkan kopinya,
“Syeikh, biar ana yang nuangin.” Ujar kawan saya yang juga bertugas
sebagai muadzin di Masjid tidak terlalu jauh dengan masjid kawan saya yang
pertama.
Mendengar tawaran tsb, Syeikh malah berkata :
“Saya bisa ko’..!”
Jawaban yang membuat kami semua tersenyum.
Di sela-sela obrolan kami, syeikh memberikan nasihatnya.
Nasihat berharga bagi penuntut ilmu yang kerdil seperti kami. Nasihat untuk
selalu Ikhlas, menghiasi diri dengan akhlak mulia, dan memperbaiki Iman dengan
amal dan ibadah kepada Allah subhanahu wa Ta’ala sebagai bekal untuk berdakwah
nanti.
Setelah semua tamu beliau datang, kami dipersilakan untuk
masuk ke ruangan lain yang dikhususkan untuk makan. Lagi-lagi saya dibuat
terkagum-kagum, lagi-lagi dengan tangan Syeikh sendiri beliau menuangkan nasi
dan lauknya yang sudah dihidangkan ke dalam pring kami masing-masing.
Sebelumnya, beliau juga telah menuangkan makanan pembuka khas arab yang mereka
sebut dengan ‘Syurbah’. MasyaAllah, saya pribadi merasa dilayani oleh istri
sendiri ketika di rumah, hehehe. Beliau benar-benar memuliakan tamunya dengan
sepenuh hati, semua pelayanan dilakukan sendiri; membuka pintu sendiri padahal
beliau punya pembantu, menuangkan minuman dan makanan sendiri untuk
tamu-tamunya. Dan yang tidak kalah luar biasanya adalah Beliau juga mengajak
supirnya untuk makan bersama kami. Allahu Yubaarik Fiikum Ya Syeikh..!
Demikian, pengalaman pribadi yang menurut saya layak untuk
dibagikan kepada orang lain. apatah lagi kepada orang-orang yang selalu sinis
pada Negara Saudi secara umum dan para ulamanya secara khusus. Negara yang
disebut dan dijuluki wahabi. Julukan yang disematkan oleh orang-orang yang
tidak bertanggung jawab. Tujuannya hanya satu, memalingkan kaum Muslimin dari
kemurnian agam Islam yang usung kembali oleh Syeikh Muhammad bin ‘Abdil Wahhab
sebagaimana yang pernah diusung oleh para Nabi dan Rasul sholatullahi wa
salamuhu ‘alaihim dalam mendakwahkan tauhid.
Semoga ada manfaatnya.
______________
Madinah Nabawiyah 07 Sya’ban 1437 H.
Ibnu Hilmy Hedi Kurniadi Sambasiy