Makna Al-Masaniid, As-Shihhaah, dan As-Sunan
Sebelumnya kami pernah menulis sekilas tentang Al-Jawaami’, Al-Muwatthoaat, dan Al-Mushonnafaat, yang mana ketiga macam kitab tersebut merupakan penulisan hadits pada tahun ke-2 hijriyah. Kali ini kami ingin membahas tadwin sunnah (penulisan hadits/sunnah) pada abad ke-3 hijriyah.
Tidak
diragukan lagi jika abad ke-3 Hijriyah merupakan masa-masa penting dalam
penulisan hadits. Lahirnya “Kutubus Sittah” yang menjadi acuan dalam sumber
periwayatan hadits pada masa itu, menjadi bukti kongkrit akan pemeliharaan dan
perhatian ulama yang intens terhadap hadits. Dan diantara ulama yang masyhur
pada saat itu ialah Ibnu Madiniy, Ibnu Ma’in, Ahmad, Bukhori, Muslim
rohimahumullah, dst.
Pada
abad ini juga, penulisan sunnah sudah mulai bervariasi, tidak seperti abad ke-2
Hijriyah sebelumnya. Selain itu, para ulama juga menulis bidang ilmu lainnya seperti
kitab-kitab aqidah, tafsir, fiqh dan ushulnya, bantahan terhadap kelompok-kelompok
sesat menyesatkan, dst yang metode penulisannya mencantumkan isnad hadits; sebut saja kitab “Al-Umm” dan “Ar-Risalah” karya Imam Syafi’iy, “Tafsir Al-Qur’an”
karya At-Thobariy, kitab “As-Sunnah” karya Ibnu Abi ‘Ashim, kitab “As-Sunnah” karya ‘Abdullah
bin Ahmad, kitab “Ar-Rod ‘Ala Jahmiyah” karya Ad-Darimiy, dst.
Keistimewaan
penulisan hadits pada abad ke-3 adalah :
(1) Mengkhususkan hadits-hadits Rasulullah shallallahu ‘alaihi
wasallam saja, tidak seperti abad sebelumnya yang mencampur antara hadits Nabi
shallallahu ‘alaihi wasallam dengan perkataan Sahabat dan Tabi’in.
(2) Membedakan dan memilah mana hadits yang shohih dan
mana hadits yang dho’if, entah itu dengan mengumpulkan dan menyusunnya di dalam
satu kitab khusus (seperti shohih Bukhori), atau menjelaskan derajat hadits dan
memperingatkan kedho’ifannya.
(3) Munculnya “Ta’liq-ta’liq haditsiyah pada
riwayat-riwayat hadits seperti penjelasan jarul lain dari sebuah hadits, syahid
bagi hadits, ‘illah hadits, perkataan ulama jarh wa ta’dil perihal rowi hadits,
keterangan ghorib hadits, dst.
Adapun
kitab-kitab hadits yang paling menonjol dan masyhur pada saat itu adalah
Al-Masaniid (المسانيد), As-Shihhaah (الصحاح), dan As-Sunan (السنن).
1)
Al-Masaniid (المسانيد) jama’ dari musnad, adalah kitab yang menghimpun
hadits-hadits yang diriwayatkan berdasarkan nama-nama sahabat, dan
menggabungkan antara hadits satu sahabat dengan sahabat lainnya.
Diantara
ciri-ciri kitab musnad adalah :
1. Membatasi hadits-hadits yang marfu’ atau sampai pada Rasulullah shallallahu ‘alaihi
wasallam saja tanpa mencantumkan atsar sahabat dan tabi’in.
2.
Disusun berdasarkan nama-nama sahabat, baik menurut huruf mu’jam seperti Ubai
bin Ka’ab, Usamah bin zaid, dan seterusnya, atau berdasarkan kabilah/suku
seperti bani Hasyim, lalu yang paling dekat dengan Nabi shallallahu ‘alaihi
wasallam dan seterusnya. Atau menurut kedudukan sahabat atau yang paling dulu
masuk Islam seperti 10 sahabat yang dijamin masuk syurga, ahli perang badr dan
seterusnya.
3.
Mengandung hadits-hadits yang shohih dan dho’if. Mengapa demikian? sebab tujuan
utama penulisan hadits-hadits dengan metode ini adalah mengumpulkan hadits dari
masing-masing sahabat, entah itu dapat dijadikan hujjah atau tidak. Sebagian
ulama ada juga yang hanya meriwayatkan hadits-hadits yang shohih.
Kitab-kitab
Musnad yang sampai kepada kita saat ini adalah :
1- Musnad Abi Daud At-Thoyaalisiy (204 H)
2- Musnad Al-Humaidiy (219 H)
3- Musnad Ishaq bin Rohuyeh (238 H)
4- dan lain sebagainya.
1- Musnad Abi Daud At-Thoyaalisiy (204 H)
2- Musnad Al-Humaidiy (219 H)
3- Musnad Ishaq bin Rohuyeh (238 H)
4- dan lain sebagainya.
Kitab
Musnad yang paling utama dan masyhur adalah Musnad Imam Ahmad (241 H) salah
satu pokok kitab-kitab Islam dan karya yang sangat fenomenal, menghimpun lebih
kurang 30.000 hadits dengan 800 sahabat ridwaanullahi ‘alaihim ajma’iin.
2)
As-Shihhaah (الصحاح) adalah kitab yang hanya meriwayatkan hadits-hadits
shohih, tsabit dari Nabi shallallahu ‘alahi wasallam.
Kitab
shohih yang paling agung adalah shohih Imam Muhammad bin Isma’il Al-Bukhoriy
(256 H), dan Shohih Imam Muslim bin Hajjaj An-Naisaaburiy (261 H). Kedua kitab ini
dikatakan kitab paling shohih setelah Al-Qur’an. Dan Umat Islam telah sepakat
untuk menerima hadits-hadits dari kitab mereka berdua.
Diantara
kelebihan shohih Bukhori adalah dalam pensyaratan hadits-hadits shohih yang
lebih ketat daripada Imam Muslim, kesimpulan yang teliti, faidah-faidah yang
luar biasa, fiqh Bukhori yang termuat dalam tarjamah-tarjamahnya seperti;
syahid-syahid dari Ayat Al-Qur'an, atsar Sahabat, perkataan Tabi’in,
pengulangan hadits, pemotongan hadits, dan lain sebagainya. Syarah yang paling
bagus adalah Fathu Al-Baariy karya Al-Hafidz Ibnu Hajar (852 H).
Berikutnya
adalah Shohih Muslim, kelebihan yang paling menonjol adalah : Urutan atau
penyusunan hadits-haditsnya yang rapi (padahal beliau tidak membuat bab-bab
pada Kitabnya), mengumpulkan jalur periwayatan hadits di satu tempat, dan
ketelitiannya dalam membedakan lafadz-lafadz hadits serta perbedaan para rowi
yang ada di dalamnya. Syarah yang paling keren adalah Al-Minhaj karya Imam
Nawawi (676 H).
3)
As-Sunan (السنن) adalah kitab-kitab yang menitik beratkan
hadits-hadits hukum yang disusun secara bab-bab fiqh, seperti bab thoharoh, bab
sholat, dan lain sebagainya.
Kitab
Sunan ini tidak mensyaratkan keshohihan hadits-haditsnya, akan tetapi sebagian
ulama lebih mengutamakannya (secara umum) daripada kitab musnad. Karena di
dalam kitab sunan ini tujuan penulisan haditsnya jelas untuk mengemukakan dalil
dari setiap masalah fiqih, berbeda dengan musnad yang hanya mengumpulkan
hadits-hadits dari setiap sahabat satu persatu tanpa membedakan antara hadits
yang dapat dijadikan hujjah atau tidak.
Kitab-kitab
paling masyhur dan yang paling banyak manfaatnya adalah (yang lebih dikenal
dengan) As-Sunan Al-Arba’ah, yaitu :
1. Sunan Abi Daud Sulaiman bin Al-‘Asy’ats As-Sijistaniy (275 H),
2. Jaami’ Abi ‘Isa Muhammad bin ‘Isa At-Tirmidzi (279 H),
3. Sunan Abi ‘Abdirrohman Ahmad bin syu’aib An-Nasaa’i (303 H),
4. Sunan Abi ‘Abdillah Muhammad bin Yazid bin Maajah Al-Qozuwainiy (273 H).
2. Jaami’ Abi ‘Isa Muhammad bin ‘Isa At-Tirmidzi (279 H),
3. Sunan Abi ‘Abdirrohman Ahmad bin syu’aib An-Nasaa’i (303 H),
4. Sunan Abi ‘Abdillah Muhammad bin Yazid bin Maajah Al-Qozuwainiy (273 H).
Kelebihan
masing-masing sunan :
1- Sunan Abu Daud : lebih focus pada hadits-hadits ahkam (yang mengandung hukum-hukum fiqh), salah satu kitab syarhnya adalah ‘Aunul Ma’bud karya Al-‘Adzim Aabadiy.
1- Sunan Abu Daud : lebih focus pada hadits-hadits ahkam (yang mengandung hukum-hukum fiqh), salah satu kitab syarhnya adalah ‘Aunul Ma’bud karya Al-‘Adzim Aabadiy.
2-
Jami’ Tirmidzi : menjelaskan derajat hadits, mengisyaratkan hadits yang
dimaksudkan dalam bab, menyebutkan madzhab-madzhab ahli fiqh, dst. Salah satu
syarahnya adalah Tuhfatul Ahwadzi karya Al-Mubarokfuriy.
3-
Sunan An-Nasa’i : yang paling sedikit jumlah hadits dhoifnya dan rowi-rowi yang
di-jarh setelah kitab shohihain, menjelaskan ‘illah-‘illah yang terdapat di dalam
hadits. kitab yang mensyarh (lebih tepatnya ta’liq) adalah As-Sindiy dan
Suyuthiy.
4-
Sunan Ibnu Majah : penyusunannya yang rapi, sub bab yang bagus, kaya dengan bab-bab
atau pokok-pokok pembahasan, banyak mengandung hadits-hadits tambahan dari 5
kitab sebelumnya sehingga kita ini dimasukkan kedalam Kutubus Sittah.
_______________
Kota Nabi shallallahu ‘alahi wasallam, 23 Rabi’ul Awwal 1436 H.
Tweet
0 comments:
Post a Comment