Belajar Metode Dakwah dari Al Ustadz Dr.Syafiq Reza Basalamah, MA hafidzohullah
“Membawa ember yang kosong”
“Rumahku masih ngontrak”
“Andai aku tidak menikah dengannya”
“Ketika pedepokan silat mulai ditinggalkan”
“Setengah isi setengah kosong”
“Rumahku masih ngontrak”
“Andai aku tidak menikah dengannya”
“Ketika pedepokan silat mulai ditinggalkan”
“Setengah isi setengah kosong”
“Lenteraku mulai padam”
“Mengapa berebut bangkai”
Dan
seterusnya…
Sebelum
melanjutkan coretan ini, perkenankan saya untuk tersenyum sejenak, ^_____^
...
...
...
...
...
...
selesai.
Sekilas
kalimat-kalimat di atas seperti pribahasa, tapi ternyata ungkapan-ungkapan
tersebut adalah judul kajian, na’am judul kajian. Bagi antum yang pernah
mengikuti kajian al ustadz Syafiq Riza Basalamah -semoga Allah menjaganya-, tentu
tidak akan lagi terasa asing di telinga antum sekalian dengan judul kajian yang
beliau pilih, judul-judul yang antik nan unik menurut saya. Ya..mungkin
menentukan judul yang 'tidak lazim' sebagaimana yang biasa dipilih oleh asatidz
lainnya merupakan salah satu wasilah (perantara) atau mungkin lebih tepat
dikatakan thoriqotud da'wah (metode dakwah) dengan tujuan agar
orang yang membacanya merasa penasaran, selain untuk menggugah ketertarikan
orang untuk mengetahui makna dari judul kajian tsb, sehingga otomatis mereka
akan berusaha untuk menghadiri kajian yang akan diselenggarakan.
Selain itu, memberikan hadiah berupa buku kepada jamaah yang bisa menjawab pertanyaan yang ust.Syafiq sampaikan juga termasuk ciri khas beliau. Ini juga termasuk dalam metode dakwah yang harus ditiru oleh para da’i. Tujuannya agar disaat kajian dimulai jamaah akan benar-benar memperhatikan, dan menyimak apa yang disampaikan, jika tidak mereka tidak akan bisa menjawab dan lebih dari pada itu sebenarnya, menyimak dengan seksama agar materi yang disampaikan tidak sia-sia dan jamaah mendapatkan ilmu yang bermanfaat tentunya.
Kali
ini saya sedikit ingin berbagi kisah tentang beliau, semoga pengalaman ini bisa
menjadi pelajaran bagi kita semua, terutama bagi seorang da’i, aamiin..
Beberapa tahun lalu, saat itu saya dan rombongan mahasiswa Universitas Islam Madinah sedang menunggu waktu check in pesawat saudi airlines yang akan mengembalikan kami ke kota Nabi -shallallahu ‘alaihi wasallam- untuk melanjutkan perjuangan mengais ilmu yang berserakan dari pada masyayikh dan ulama-ulama kota Madinah. Tampak dari kejauhan seseorang dengan jubah maroco yang memiliki penutup kepala, jenggot panjang yang menjuntai panjang dari dagunya, sekilas seperti bukan orang indonesia berkumpul dengan beberapa mahasiswa di luar ruang tunggu.
Beberapa tahun lalu, saat itu saya dan rombongan mahasiswa Universitas Islam Madinah sedang menunggu waktu check in pesawat saudi airlines yang akan mengembalikan kami ke kota Nabi -shallallahu ‘alaihi wasallam- untuk melanjutkan perjuangan mengais ilmu yang berserakan dari pada masyayikh dan ulama-ulama kota Madinah. Tampak dari kejauhan seseorang dengan jubah maroco yang memiliki penutup kepala, jenggot panjang yang menjuntai panjang dari dagunya, sekilas seperti bukan orang indonesia berkumpul dengan beberapa mahasiswa di luar ruang tunggu.
Untuk
melenyapkan rasa penasaran, saya coba mendekat dan ternyata seorang kandidat
doktor UIM sedang memberikan petuah, nasehat, dan masukan kepada teman-teman
yang juga juniornya, diselingi dengan obrolan seputar kondisi dakwah yang ada
di daerah masing masing. Tidak ingin melewatkan kesempatan untuk
berbincang-bincang dengan al ustadz akhirnya saya berusaha untuk lebih mendekat
agar kecipratan nasihat.
Mulailah
saya bertanya kepada beliau, dari mana asalnya, dulu mondok dimana, risalah
doktoralnya tentang apa dan bagaimana. Setelah itu beliau kembali bertanya
kepada saya dengan pertanyaan yang hampir sama, siapa nama, dari mana, mondok
dimana dan seterusnya sampai pada pertanyaan, diisi dengan kegiatan apa selama liburan
3 bulan?, bagaimana dakwah sunnah di daerah saya?, maka sayapun menjawab
pertanyaan tsb satu persatu. Selanjutnya beliau berpesan agar memanfaatkan
liburan berikutnya semaksimal mungkin untuk berdakwah (apalagi kelak setelah
selesai study), mulailah dengan dari materi yang ringan, meski yang hadir satu
orang, jangan mudah putus asa, teruslah menyampaikan ilmu yang telah didapatkan
di jamiah, dst.
Beliau
juga menceritakan bagaimana pendiri Pesantren Hidayatullah yang ada di Balik
Papan dalam berdakwah, bagaimana kegigihan beliau mendirikan pesantren dan
seterusnya, “Meskipun kita
tidak sepakat dalam beberapa masalah dengan beliau,” imbuh al ustadz Syafiq basalamah,
tapi yang perlu dicontoh adalah kesungguhan, perjuangan, dan pengorbanan sang
ustadz (pendiri hidayatullah) dalam berdakwah.
Tak
terasa waktu untuk check in pun semakin dekat, tanpa diduga ust. Syafiq
mengajak saya untuk makan bakso yang ada di depan tempat kami duduk. Lumayan
kan setelah dikasih ilmu dan pengalaman gratis lalu dibayarin makan bakso, jadi
double gtis tis...alhamdulillah.
Terima kasih ustadz, semoga Allah membalas semua kebaikan antum, dan menjaga keikhlasan antum (dan kita semua) dalam berdakwah...
Sekian,
semoga ada manfaatnya...
___________
Madinah, 27/12/1435 H
___________
Madinah, 27/12/1435 H
Tweet
ID
ReplyDeleteTerimakasih sharingnya.
Training Auditor