Kupas Tuntas Hadits Tsaqolain (Dirosah Haditsiyah) part.1

, by Unknown

Pada dasarnya, hadits ini intinya adalah wasiat Nabi shallallahu’alaihi wasallam untuk berpegang pada tsaqolaini yaitu al-Quran dan ghutroh thohiroh. Sejatinya terdapat Sembilan riwayat yang berpusar pada kalimat “tidak akan tersesat jika kalian berpegang teguh kepadanya.”  Hadits dengan lafadz Al-qur’an dan ghutroh ahli bait dijadikan syiah sebagai pondasi untuk mempoles ajaran mereka dan mengklaim hadits tersebut sebagai hadits yang shohih, tidak tanggung-tanggung mereka berhujjah dengan riwayat yang ada dalam shohih Muslim, dan mereka menghakimi riwayat dengan lafadz Al-qur’an dan As-sunnah sebagai hadits dhoif yang tidak layak dijadikan hujjah bagi kaum muslimin (ahlussunnah waljama’ah) menurut mereka, orang-orang syiah.
Sungguh betapa bahayanya jika kerancuan akan hadits ini merebak ke kalangan kaum muslimin yang awam. Semoga dengan pembahasan hadits-hadits yang berkaitan dengan klaim agama syiah tersebut kita dapat menangkis, menfilter serangan syubhat-syubhat mereka -semoga mereka kembali pada aqidah ahli bait sesungguhnya-.
Berikut ini kami paparkan salah satu dari 9 riwayat hadits yang berkenaan dengan wasiat tsaqolain tersebut, untuk selanjutnya akan kami munculkan kepermukaan riwayat-riwayat yang lain, dengan harapan agar dapat meminimalisir perkembangan ajaran bangsa persia majusi, Abdullah bin saba' ini-qobbahahullah-.

1.Hadits Zaid bin Arqom rodhiallahu’anhu



Takhrij Hadits :
Hadits ini diriwayatkan dari Zaid bin Arqom oleh beberapa rowi, diantara riwayat-riwayat ini terdapat perbedaan yang banyak. Yang mana diantara mereka ada yang meriwayatkannya secara keseluruhan sedangkan yang lainnya tidak demikian. Setelah dilakukan pencarian hadits “al-washiyyah bi ats-staqolain” maka ditemukan empat jalur yaitu ; Yaziid bin Hayyan, Abu thufail ‘Amir bin washilah, Habib bin Abi tsabit, dan Abu dhuha Muslim bin Sholih.
Perbedaan yang terdapat dalam lafadz hadits ini sangat berpengaruh pada makna, yang menyebabkan perselisihan aqidah yaitu diantara yang syiah berkeyakinan untuk berpegang kepada al-qur’an dan ahli bait (menyetarakan kedudukan kedua-duanya), sedangkankan ahlussunnah berkeyakinan untuk berpegang pada al-qur’an, sedang terhadap ahli bait adalah wasiat untuk menjaga haq-haq mereka. Oleh karena itu pentingnya bagi kita untuk mengetahui mana lafadz yang shohih sesungguhnya dari riwayat-riwayat yang ada..

Pertama, riwayat Yazid bin hayyan dari Zaid bin arqom.
Dari Yazib bin hayyan, dari Zaid bin arqom, Ia berkata:

قَامَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَوْمًا فِينَا خَطِيبًا، بِمَاءٍ يُدْعَى خُمًّا بَيْنَ مَكَّةَ وَالْمَدِينَةِ فَحَمِدَ اللهَ وَأَثْنَى عَلَيْهِ، وَوَعَظَ وَذَكَّرَ، ثُمَّ قَالَ: "أَمَّا بَعْدُ، أَلَا أَيُّهَا النَّاسُ فَإِنَّمَا أَنَا بَشَرٌ يُوشِكُ أَنْ يَأْتِيَ رَسُولُ رَبِّي فَأُجِيبَ، وَأَنَا تَارِكٌ فِيكُمْ ثَقَلَيْنِ: أَوَّلُهُمَا كِتَابُ اللهِ فِيهِ الْهُدَى وَالنُّورُ فَخُذُوا بِكِتَابِ اللهِ، وَاسْتَمْسِكُوا بِهِ" فَحَثَّ عَلَى كِتَابِ اللهِ وَرَغَّبَ فِيهِ، ثُمَّ قَالَ: ( وَأَهْلُ بَيْتِي أُذَكِّرُكُمُ اللهَ فِي أَهْلِ بَيْتِي، أُذَكِّرُكُمُ اللهَ فِي أَهْلِ بَيْتِي، أُذَكِّرُكُمُ اللهَ فِي أَهْلِ بَيْتِي)

“Pada suatu hari Rosulullah shallallahu 'alaihi wa sallam berdiri berkhutbah disuatu tempat perairan bernama khum yang terletak antara mekah dan madinah. Beliau memuji Allah lalu menyampaikan nasihat dan peringatan, kemudian bersabda : 'amma ba'd, ketahuilah wahai saudara-saudara sekalian, sebentar lagi utusan Robbku (Malaikat pencabut nyawa) akan datang lalu diperkenankan, dan akan aku tinggalkan untuk kalian ats-tsaqolain (dua perkara yang berat) yaitu : pertama, kitabullah yang padanya berisi petunjuk dan cahaya, karena itu ambil lah ia (yaitu melaksanakan kandungannya) dan berpegang teguhlah kalian kepadanya, Beliau menghimbau untuk mengamalkan kitabullah, lalu beliau melanjutkan : (yang kedua) dan ahli baitku, Aku ingatkan kalian akan Allah terhadap ahlu-baitku, Aku ingatkan kalian akan Allah terhadap ahlu-baitku." 

Hadits ini diriwayatkan dari Yazid oleh tiga orang rowi, mereka adalah Yahya bin sa’id bin hayyan (Abu hayyan attaimi), Sa’id bin masruq, dan Sulaiman al-A‘masy.
Yang meriwayatkan dari jalur Yahya bin sa’id bin Hayyan (Abu Hayyan); Ahmad (4/366 No.19479) ‘Abd bin Humeid (265) Ad-Darimy (3316) Muslim (7/122 No.6304/6306) Abu Daud (4973) An-Nasa’I (Al-Kubro 5/51 No.8119) Baihaqi (Al-Kubro 7/30 No.13017) dan (10/113 No.20122) At-Thabroni (Al-Kabir 5/183 No.5028)
Dari jalur Sulaiman bin Masruq; Abu Bakr bin Abi Syaibah (Al-Mushonnaf 6/133 No.30078)  Muslim (7/123 No.6305/6307)
Dari jalur Sulaiman bin A’masy; At-Thabroni (Al-Kabir 5/182 No.5025)

Kedua, riwayat Abu Thufeil, ‘Amir bin watsilah dari Zaid bin Arqom.
Jalur ini diriwayatkan dari Abu Tufeil oleh 3 orang rowi yaitu Habib bin Abi Tsabit, Hakim bin Jubeir, dan salamah bin kahil.
Mereka bertiga masing-masing mempunyai lafadz yang berbeda. Hadits yang diriwayatkan Habib dan Hakim sangat berbeda dengan riwayat Salamah yang menambah akhir hadits dengan kalimat لن تضلوا إن اتبعتموهما, tentu saja perbedaan tersebut mempengaruhi makna hadits.
Oleh sebab setiap riwayat akan ditakhrij satu persatu secara terpisah.
Riwayat pertama, Habib bin Abi Tsabit dari Abu Thufeil.
Dari Habib bin Abi Tsabit dari Abi Thufeil dari Zaid bin Arqom berkata :

لما رَجَع رَسُول الله صلى الله عَلَيْهِ وَسلم عَن حجَّة الْوَدَاع وَنزل غَدِير خم أَمر بدوحات فقممن ثمَّ قَالَ كَأَنِّي قد دعيت فأجبت وَإِنِّي قد تركت فِيكُم الثقلَيْن أَحدهمَا أكبر من الآخر كتاب الله وعترتي أهل بَيْتِي فأنظروا كَيفَ تخلفوني فيهمَا فَإِنَّهُمَا لن يَتَفَرَّقَا حَتَّى يردا على الْحَوْض ثمَّ قَالَ إِن الله مولَايَ وَأَنا ولي كل مُؤمن ثمَّ أَخذ بيد عَليّ فَقَالَ من كنت وليه فَهَذَا وليه اللَّهُمَّ وَال من وَالَاهُ وَعَاد من عَادَاهُ فَقلت لزيد سمعته من رَسُول الله صلى الله عَلَيْهِ وَسلم فَقَالَ مَا كَانَ فِي الدوحات أحد إِلَّا رَآهُ بِعَيْنيهِ وسَمعه بأذنيه

“ketika Rosulullah shallallahu'alaihi wasallam pulang dari haji wada’ dan singgah di ghodir khum, beliau memerintahkan agar membuang sampah (disekitar) beberapa batang pohon, lalu beliau berkata : "nampaknya aku segera dipanggil (oleh Allah) maka aku tunaikan, dan sesungguhnya aku telah tinggalkan untuk kalian ats tsaqolaini (dua perkara yang yang berat) salah satunya lebih besar dari yang lain, yaitu kitabullah dan ‘itroti ahli baitku, maka lihatlah apa yang akan kalian perbuat dengan keduanya setelah peninggalan ku,sesungguhnya keduanya tidak akan pernah terpisah sampai bertemu di haudh," kemudian beliau berkata : "sesungguhnya Allah adalah maulaku, dan aku wali setiap mukmin. Lalu beliau memegang tangan Ali dan berkata : Barangsiapa yang menganggap aku sebagai walinya, maka (aku angkat) Ali sebagai walinya, Ya Allah, dukunglah siapa saja yang mendukungnya (Ali) dan musuhilah siapa saja yang memusuhinya.”

Hadits ini diriwayatkan oleh ‘Abdullah bin Ahmad (1/118 No.952) melalui jalur Syarik,
An-Nasa’i (Al-Kubro 5/45 8148 dan 5/130 No.8464) (Khosohois 96 No.79) Al-Hakim (Al-Mustadrok 3/118 No.4576) dari jalur Abu ‘Awanah,
At-Thabroni (Al-kabir 5/66 No.49969) dari jalur Abu ‘Awanah dan Sa’id bin ‘Abdil Karim.
Ketiga-tiganya (Syarik, Abu ‘Awanah, dan Sa’id) semuanya dari A’masy dari Habib bin Abi Tsabit dari Abu Thufeil.

Riwayat ke-2 Hakim bin Jubeir dari Abi Thufeil.
Dari Hakim bin Jubeir, dari Abi Thufeil dari Zaid bin Arqom Ia berkata :

إِنِّي فَرَطٌ لَكُمْ، وإنكم وَارِدُونَ عَلَيَّ الْحَوْضَ، َعْرَضهُ مَا بَيْنَ صَنْعَاءَ وَبُصْرَى، فِيهِ عَدَدُ الكواكب من قِدْحان الذهب و الفِضَّةٍ، ، فَانْظُرُوا كَيْفَ تَخْلُفُونِي في الثقلين, فقام رجل فقال: يا رسول الله وما الثقالين؟ فقال رسول الله صلى الله عليه وسلم: الْأَكْبَرُ كِتَابُ اللهِ عَزَّ وَجَلَّ سَبَبٌ طَرَفُهُ بِيَدِ اللهِ, وَطَرَفُهُ بِأَيْدِيكُمْ، فاسْتَمْسِكُوا بِهِ, لن تزالوا ولا تضلوا, والأصغر عترتي, وإنهم لن يتفرقا حتى يردا علي الحوض, وسألت لهما ذاك ربي, فلا تقدموهما فتهلكوا, ولا تعلمواهما فإنهما أعلم منكم.

“Sesungguhnya aku akan mendahului kalian, dan kalian akan menemuiku di haudh, yang luasnya diantara shon’aa dan bushro, didalamnya terdapat cangkir-cangkir dari emas dan perak sebanyak bilangan bintang,  lihatlah bagaimana (perlakuan) terhadap tsaqolain setelah kepergianku. Lalu berdiri seorang laki-laki dan berkata : “wahai Rosulullah apakah tsaqolain itu?” lalu Rosulullah menjawab : “yang lebih besar adalah kitabullah ‘Azza wa Jalla, sebab ujungnya berada di Tangan Allah, dan ujung yang lain ditangan kalian, maka berpegang teguhlah kalian kepadanya, niscaya kalian tidak akan tersesat selama-lamanya, dan yang lebih kecil adalah ‘itrohku, sesungguhnya mereka tidak akan pernah terpisah sampai bertemu denganku di haudh (telaga disyurga), dan hal itu merupakan permintaanku kepada Robb ku, maka jangan lah kalian mendahulukan (yang lain) niscaya kalian akan celaka, dan janganlah kalian mengajari mereka karena keduanya lebih tahu dari kalian.”

Hadits ini diriwayatkan oleh :
At-Thabroni (Al-Kabir 3/66 No.2681) dari jalur Ja’far bin Humeid
At-Thabroni (5/166 No.4971) Ja’far bin Humeid dan An-Nadr bin Sa’id,Abu Shuhaib
Kedua-duanya (Ja’far dan An-Nadr) meriwayatkan dari Abdullah bin Bukair, dari Hakiim bin Jubeir, dari Abu Thufeil.
Riwayat ketiga, Salamah bin Kuheil, dari Abu Thufail.
Dari Salamah bin Kuheil, dari Abu Thueil, dari Zaid bin Arqom, Ia mendengar Nabi shallallahu’alaihi wasallam bersabda :

أَيُّهَا النَّاسُ، إِنِّي تَارِكٌ فِيكُمْ أَمْرَيْنِ لَنْ تَضِلُّوا إِنِ اتَّبَعْتُمُوهُمَا، وَهُمَا: كِتَابُ اللَّهِ، وَأَهْلُ بَيْتِي عِتْرَتِي

“wahai manusia, sesungguhnya aku meninggalkan untuk kalian dua perkara, jika kalian mengikuti keduanya tidak akan tersesat, yaitu kitabullah dan ahli baitku, ‘itrohku.”

Hadits ini diriwayatkan oleh :
Abu Thohir (50 No.151) dari jalur Syu’aib bin Kholid
Abu Thohir (No.152) dari jalur Yahya bin Salamah bin Kuheil
Al-Hakim (Al-Mustadrok 3/118 No.4577) dari jalur Muhammad bin salamah bin kuhail.
Di dalam hadits Muhammad terdapat tambahan, akan tetapi Ia telah bersepakat dengan saudaranya Yahya dan Syu’eib bin Kholid akan kalimat ini.
Ketiga-tiganya (Syu’aib, Yahya, dan Muhammad) meriwayatkan dari Abu Salamah, dari Abu Thufeil.

Ketiga, riwayat Habib bin Abi Tsabit dari Zaid bin Arqom.
Diriwayatkan oleh Tirmidzi (5/662 No.3788) dari ‘Ali bin Mundzir, dari Muhammad bin Fudhoil, dari  Al-A’masy, dari ‘Athiyah, dari Abu sa’id.
(Dan) Al-A’masy, dari Habib bin Abi Tsabit, dari Zaid bin Arqom rodhiallahu’anhuma berkata : Rosulullah shallallahu’alaihi wasallam bersabda :

إِنِّي تَارِكٌ فِيكُمْ مَا إِنْ تَمَسَّكْتُمْ بِهِ لَنْ تَضِلُّوا بَعْدِي أَحَدُهُمَا أَعْظَمُ مِنَ الآخَرِ: كِتَابُ اللهِ حَبْلٌ مَمْدُودٌ مِنَ السَّمَاءِ إِلَى الأَرْضِ. وَعِتْرَتِي أَهْلُ بَيْتِي، وَلَنْ يَتَفَرَّقَا حَتَّى يَرِدَا عَلَيَّ الحَوْضَ فَانْظُرُوا كَيْفَ تَخْلُفُونِي فِيهِمَا.

"Sesungguhnya telah ku tinggalkan untuk kalian sesuatu yang sekiranya kalian berpegang teguh dengannya niscaya kalian tidak akan tersesat sepeninggalanku, salah satu dari keduanya lebih besar dari yang lain, yaitu kitabullah, tali Allah yang terbentang dari langit kebumi, dan 'itrohku, ahli baitku, perhatikan lah oleh kalian apa yang akan kalian perbuat terhadap keduanya sesudahku."

At-Tirmidzi berkata : hadits ini hasan ghorib.

Keempat : riwayat Abu Ad-dhuha Muslim bin Shobih dari zaid bin Arqom.
Dari Jarir bin Abdil Humaid, dari Al-Hasan bin ‘Ubaidillah, dari Abi Ad-Dhuha Muslim bin shobih, dari Zaid bin Arqom, Ia berkata : Rosulullah shallallahu’alaihi wasallam bersabda :

إِنِّي تَارِكٌ فِيكُمُ الثَّقَلَيْنِ: كِتَابَ اللهِ، وَأَهْلَ بَيْتِي، وَإِنَّهُمَا لَنْ يَتَفَرَّقَا حَتَّى يَرِدَا عَلَيَّ الْحَوْضَ.

“sesungguhnya aku tinggalkan untuk kalian ats-tsaqolain, kitabullah dan ahli bait ku, keduanya tidak akan berpisah hingga kembali kepadaku di al-haudh.”

Diriwayatkan oleh Al-Hakim (Al-Mustadrok 3/160 No.4711) dari jalur Yahya bin Mughiroh As-Sa’dy
At-Thabrony (Al-Kabir 5/170 No.4981) dari jalur ‘Ali bin Madiny
At-Thabrony (170 No.4982) dari jalur Al-Hammany
Ketiga-tiganya (Yahya, ‘Ali, dan Al-Hammani) meriwayatkan dari Jarir bin ‘Abdil Humaid, dari Hasan bin ‘Ubaidillah, dari Abu Dhuha, dari Zaid bin Arqom.

Study Kritis Riwayat Hadits
Pertama : riwayat Yazid bin Hayyan, dari Zaid bin Arqom.
Sejatinya riwayat ini merupakan riwayat hadits yang paling shohih dari sisi sanad, yang paling bagus siyagh-nya. As-Shury meriwayatkan dengan sanadnya dari Abu Zakariya Yahya bin Zakariya al-haafidz, katanya : Hadits ini (hadits Abi Hayyan) adalah hadits yang paling tsabit dari perkataan Nabi shallallahu’alaihi wasallam : “inni taarikun fiikum ats-tsaqolaini”.

Kemudian As-Shury berkata : “dan selain Abu Zakariya berkata : “hadits yang paling kuat diantaranya hadits A’masy, dari Habib, dari Abi Thufeil. Dan A’masy juga meriwayatkannya dari Yazid bin Hayyan, yang kedua-duanya dikumpukan olen Abu ‘Awanah (hadits habib dan hadits Yazid bin hayyan).”

Sebab-sebab tarjih riwayat Yazid bin Hayyan :
1. Isnadnya terbebas dari ‘illah, juga dari segi ketenarannya, ketsiqohan para rowinya, dan tidak terdapat perselisihan atau perbedaan lafadz diantara mereka.
2. Diriwayatkan oleh Imam Muslim didalam Shohihnya, juga menjadi pilihan para imam yang termaktub dalam karya-karya mereka yang masyhur.
3. kecocokan semua riwayat dari Zaid bin Arqom, sesuai dengan kadar yang diinginkan yaitu “wasiat kepada ats-tsaqolain” dan ia menjadi bukti untuk setiap riwayat yang sepadan dengannya. Dan setiap riwayat-riwayat yang lain menjadi bukti pendukung disebagian jalurnya. Maka tidak ada riwayat dari tiga riwayat yang lain kecuali pada jalurnya terdapat bukti yang memperkuat riwayat ini.
4. Tidak ada ulama yang mengkritisi riwayat ini.

Dikarenakan keempat alasan ini, maka riwayat Yazid bin Hayyan menjadi rujukan utama yang kita jadikan patokan dari riwayat-riwayat yang menyelisihinya. Sedangkan riwayat yang menjadi syahid merupakan dalil akan kebenarannya. Dan yang menyelisihinya akan kita jadikan perbandingan, jika memang shohih menurut kaidah ahli hadits maka kita ambil dan disesuaikan antara keduanya, jika terbukti dhoif maka kita tolak.

Kedua : riwayat Abuth Thufeil dari Zaid bin Arqom.
Sebagaimana yang lalu, sepanjang penelitian riwayat ini didalamnya terdapat perbedaan lafadz yang sangant esensial, yaitu wasiat untuk berpegang pada ats-tsaqolain (dua perkara yang berat). Dimana Salamah bin Kuheil menyelisihi Habib bin Abi Tsabit dan Hakim bin Jubeir dengan menambah kalimat “lan tadhilluu inittaba’tuhmu huma” tidak akan tersesat kalian jika mengikuti keduanya.

Adapun riwayat Habib maka Shohih darinya, dimana rowi yang meriwayatkan darinya adalah seorang yang Haafidz kabiir yaitu Al-A’masy yang jelas bahwa Ia mendengar langsung dari Habib, maka terlepas lah riwayat ini dari tadlisnya. Dan ada tiga orang rowi lagi yang meriwayatkan dari A’masy, mereka adalah Syariik, Abu ‘Awanah, Sa’id bin ‘Abdil Hakim.
Sedangkan riwayat Hakim bin Jubeir, maka isnad Thabroni yang bersambung kepadanya jayyid. Namun riwayat Hakim ini ternyata dho’if oleh statusnya sebagai rowi yang dhoif dikarenakan haditsnya sangat mudthorib.

Akan tetapi riwayatnya disini dapat diterima karena beberapa sebab :
1.riwayatnya diikuti oleh riwayat Habib bin Abi Tsabit dengan mutaba’ah taamah.
2.kecocokan riwayatnya dengan riwayat yang shohih tsabit dari Zaid dari jalur yang lain.
3.lafadz riwayatnya tidak bersandar pada madzhabnya, yang artinya kebid’ahannya tidak berpengaruh pada riwayatnya.

Sedangkan riwayat Salamah bin Kuhail diriwayatkan oleh tiga rowi, yaitu dua orang anaknya Yahya dan Muhammad, serta Syuaib bin Kholid.
Adapun riwayat dari kedua anaknya lemah dikarenakan mereka berdua adalah syi’i yang dho’if. Sedangkan Syuaib bin Kholid lebih baik dari kedua anak Salamah, yaitu laa ba’sa bihi menurut Ibnu Ma’in, Nasa’i dan Ibnu Hajar yang memungkinkan riwayatnya untuk di-hasankan. Kalaulah bukan karena menyelisihi riwayat Habib bin Abi Tsabit dari Abu Thufail khususnya, dan menyelisihi riwayat yang masyhur tsabit dari Zaid bin Arqom, maka setelah memperhitungkan perbedaan tersebut kita dapati bahwa Syuaib bin Kholid tidak bisa berdiri sendiri tanpa riwayat lain yang mendukungnya, dan inilah yang menyebabkan kita untuk men-dha’if-kan haditsnya.

Hasilnya, bahwa dari ketiga perowi yang meriwayatkan dari Salamah bin Kuhail dari Abu Thufail adalah dho’if, tidak tsabit darinya. Selain itu dikarenakan riwayatnya menyelisihi riwayat yang shohih melalui jalur Habib dari Abi Thufail, salamah dan Habib kedua-duanya adalah syi’ah yang tsiqoh, akan tetapi riwayat Habib dari Abu Thufail dari Zaid diterima karena sesuai dengan riwayat yang masyhur dari Zaid, meskipun seorang syi’i tapi riwayatnya tidak mendukung ke-syiah-annya, hal ini yang menjadikan kita untuk mendahulukan riwayatnya dari pada riwayat Salamah yang menyelisihi riwayat yang shohih dari Zaid, dan karena riwayat keduanya mendukung ke-syiah-annya. Sedangkan menurut kesepakatan ulama jarh wa ta’dil bahwa barang siapa yang dianggap mubtadi’ dan meriwayatkan hadits yang mendukung ke-bid’ahannya, maka riwayatnya ditolak meskipun statusnya tsiqoh. Lantas bagaimana riwayatnya mau diterima jika riwayatnya menyelisihi riwayat yang lain serta menjadi pendukung kebid’ahannya dan menyatu dalam haditsnya.

Ketiga, riwayat Habib bin Abi Tsabit dari Zaid bin Arqom.
Riwayat ini –menurut hemat kami, wallahu’alam- jelas sekali kesalahannya, hal ini disebabkan beberapa ‘illah :
1.Bahwa Ali bin al-mundzir al-kufy, ulama berbeda pandangan mengenainya;
-ulama jarh wa ta’dil yang men-tsiqoh-kannya : An-Nasa’i, Ibnu Numeir, dan Ibnu Abi Hatim
-yang mendho’ifkannya : Al-‘Isma’ily berkata : fil qolbi minhu syai laisat akhiiruhu, Ad-Daruqutni dan Muhammad bin Salamah berkata : laa ba’sa bihi, wa huwa ma’a dzalika syi’i mahdh sebagaimana yang dikatakan An-nasa’i.

Jika diperhatikan dengan seksama, dapat disimpulkan bahwa didalam haditsnya terdapat bagian dari hadits Abi Sa’id al-khudri, dan ini merupakan suatu ‘illah didalam hadits yang biasa disebut dengan “dukhulu haditsin fii haditsin” masuknya bagian hadits kedalam hadits  lain, maka Ia telah menggabungkan dua isnad dan menyebutkan salah satu lafadz dari keduanya, yaitu hadits Abu Sa’id. Bahwa matan yang disebutkannya adalah matan yang diriwayatkan ‘Athiyyah dari ‘Abu Sa’id, Dia tidak melihat adanya perbedaan diantara dua riwayat tersbut padahal perbedaannya sangat jelas sekali ketika ditahqiq sebagaimana yang telah disebutkan di muqoddimah.

2.Ibnu Fudhoil yang menyelisi Syarik dan Abu ‘Awanah dan Sa’id bin salith, dimana dia meriwayatkan dari A’masy dari Habib dari Zaid dengan lafadznya, dan dia juga meriwayatkan dari A’masy, dari Habib, dari Abut Thufeil, dari Zaid dengan lafadz lain. Maka dia telah menyelisi kedua-duanya yaitu sanad dan matan. Dan selisih atau perbedaan ini tidak diterima darinya. Maka mereka lebih baik keadaannya dan lebih banyak jumlahnya yang menjadikan riwayatnya menjadi syadz.
Sebab Abu ‘Awanah adalah seorang yang tsiqoh, tsabt yang telah disepakati ke-tsiqohannya. Sedangkan Syarik beliau adalah anak ‘Abdullah An-nakho’i; seorang qodhi yang shoduq, telah di-tsiqohkan oleh lebih dari satu orang ulama. Beliau juga salah satu rowi paling tahu dengan hadits-hadits orang kufah.
Adapun Muhammad bin Fudhoil maka Ia juga rowi yang shoduq, akan tetapi seorang yang sangat getol dengan syiah (seperti yang dikatakan Abu Daud), berpaling dari Utsman (sebagaimana disebutkan Daruquthni) sehingga posisinya itu menyebabkan haditsnya ditolak ketika menyelisihi Syarik dan Abu ‘Awanah, sebab haditsnya berubah dikarenakan menyokong bid’ahnya.

3.Habib tidak mendengar hadits ini dari Zaid bin Arqom sehingga sananya terputus. Ia juga terkenal dengan tadlisnya. ‘Ali bin Madiny berkata tentang Habib : “Ia bertemu dengan Ibnu ‘Abbas, dan mendengar (hadits pent.) dari ‘Aisyah, dan tidak mendengar dari sahabat yang lain selain dari mereka berdua-rodhiallahu’anhum-.”

Ibnu hibban berkata : “Ia adalah seorang mudallis.” Al-Hafidz berkata : “Tsiqoh, faqih, jalil, (haditsnya) banyak yang mursal, dan mudallis.”
Fakta yang memperkuat bahwa sanadnya terputus adalah bahwa Ia meriwayatkan hadits dua kali dengan perantara, dari Abu Thufheil sekali, selebihnya dari Yahya bin Ja’dah-akan ada pembahasan takhrij riwayat ini-, jika saja Habib mempunyai riwayat langsung dari Zaid, pasti Ia tidak meriwayatkan melalui perantara tersebut.

Keempat, riwayat Abu Dhuha, Muslim bin Shobih.
saya cukupkan riwayat ini dengan Shohih Al-Hakim dan Adz-Dzahabi, beliau telah berkata setelah meriwayatkan hadits ini : “hadits ini isnadnya shohih, menurut persyaratan syeikhoin (Bukhori Muslin pent.) dan tidak mereka riwayatkan.”
Adz-Dzahabi berkata di Talkhish : “diatas (sesuai dengan pent.) persyaratan Bukhori dan Muslim.”
Dan telah ku perhatikan isnadnya, ku dapati sebagaimana yang mereka katakan. Meskipun isnadnya ghorib akan tetapi para rowinya tsiqoh semuanya, dan menurut riwayat Yazid bin Hayyan, maka maka ku simpulkan bahwa riwayatnya shohih, wallahu’alam.

Maka ketika dicermati riwayat ini memiliki kesamaan denga riwayat Yazid bin Hayyan, sama-sama tidak menyebutkan “al-‘itroh at-thohiroh” didalam kalimat “maa in ‘itashomtum bihi lan tadhillu” (jika kalian berpegang teguh pada keduanya niscaya kalian tak akan tersesat). Dan kedua riwayat ini mengandung makna yang sama.

KESIMPULAN PEMBAHASAN
Perbedaan dalam menetapkan kalimat “maa in ‘itashomtum bihi lan tadhillu”  dapat disimpulkan beberapa point berikut :

1.Adanya kesepakatan antara riwayat Yazid bi Hayyan dengan riwayat Abu Dhuha mengenai tidak adanya lafadz “al-‘itroh at-thohiroh”  di dalam hadits Zaid bin Arqom. Kedua-duanya adalah riwayat yang shohih tanpa ada khilaf, tidak pula pada jalur periwayatannya, dan kedua riwayatnya masing-masing saling menguatkan baik sanad maupun matannya.

2.Adanya perbedaan riwayat dari Abu Thufeil, dari Zaid. Yaitu riwayat Habib bin Abi Tsabit dan Hakim bin Jubeir yang tidak tsabit, yang tsabit adalah riwayat Salamah bin Kuheil. Riwayat Habib adalah riwayat yang lebih shohih diantara ketiganya. Sedangkan riwayat Hakim dho’if karena ke-dho’ifannya meskipun riwayat Habib menjadi penguat yang bagus untuknya. Adapaun riwayat Salamah maka dho’if darinya. Oleh karena itu yang shohih dari semua riwayat yang ada adalah riwayat yang muwafiq, shohih, dan tsabit adalah riwayat dari Zaid sebagaimana yang telah disebutkan tadi.

3.riwayat Habib bin Abi Tsabit dari Zaid bin Arqom tsabit dengan lafadz tersebut, akan tetapi terdapat ‘illah sebagaimana yang telah disebutkan sebelumnya.

Maka dari pembahasan, penelitian, dan pengamatan, serta penelusuran jalur dan kedudukan para rowi dari hadits Zaid bin Arqom ini, dapat ditarik kesimpulan bahwa tidak ada riwayat yang tsabit dari Zaid masalah penyebutan “berpegang teguh pada ‘itroh (keturunan) yang suci”. Yang benar-benar tsabit adalah wasiat untuk berpengang teguh kepada kitabullah Ta’ala, dan wasiat untuk berbuat baik pada ‘itroh thohiroh. Begitu juga dengan penambahan lafadz “maa in ‘itashomtum bihi lan tadhillu” yang mana tidak ada satu satu jalur pun yang tsabit. Wallahuta’ala ‘alam.
_______________________
kota Nabi-shallallahu'alaihi wasallam, 28/03/1435 H.
bersambung insyaallah...
sumber tulisan : حديث الوصية بالثقلين دراسة حديثية, د.منصور محمود الشرايري

0 comments:

Post a Comment