Sifat-Sifat Diterima Hadits Seorang Rowi
Sifat-sifat qobul itu ada 6 (enam), yang tergabung dalam syarat-syarat hadits shohih dan hasan.
1.'Adalatu ar-rowi : kemampuan (atau bakat) yang menjadikan seseorang sanggup untuk mulaazamatu at-taqwa dan al-muruuaah.
· Mulaazamatu at-taqwa : Terus menerus meninggalkan perbuatan tercela, seperti syirik, fasiq, bid’ah, dan seterusnya.
· Al-muruuaah : Adab, akhlaq terpuji, adat yang baik (tergantung ‘urf atau kebiasaan daerah masing-masing).
Yang keluar dari definisi al-‘adlu :
Al-kaafiru : orang kafir
Ash-shobiyyu : anak kecil
Al-majnuunu : orang gila
Al-faasiqu : orang yg dikenal dengan pelaku dosa besar atau bersikeras melakukan dosa kecil.
Al-mubtadi’ : orang yang menganggap suatu amalan yang tidak dikenal pada zaman Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam tidak pula sahabat rodhiallahu ‘anhum sebagai ibadah.
Al-kadzdzabu : orang yang pernah berdusta atas nama Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam walau hanya satu kali.
Al-muttaham bi al-kadzibi : orang yang terbiasa berdusta, tapi tidak diketahui jika ia pernah berdusta atas Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Majhul al-'ain : tidak ada yang meriwayatkan hadits darinya kecuali satu orang dan tidak ada yg mentsiqohkannya
Majhul al-hal : haditsnya hanya diriwayatkan oleh dua orang atau lebih dan tidak ada yg mentsiqohkannya
Makhruum al-muruuah : menyelisihi perangai, adab baik menurut kebiasaan setempat.
2. Ad-dhobt
Terbagi menjadi dua :
1. Dhobtu as-shodr : rowi yang selalu sigap, tidak lalai, hafal setiap apa yang didengar, mampu menghadirkan hafalannya dalam keadaan apapun.
2. Dhobtu al-kitab : penjagaan rowi terhadap keshohihan apa yang telah ia tulis sampai meriwayatkannya kepada yang lain.
Yang keluar dari makna ad-dhabt :
Katsrotu al-wahm : rowi yang sering meriwayatkan hadits dengan sangkaan lemah, kadang menyambung isnad yang terputus, mengangkat atsar sahabat menjadi hadits Nabi, dan seterusnya.
Fahsyu al-gholat : rowi yang kesalahannya lebih banyak dari yang benar, (kesalahan yang fatal).
Syiddatu al-ghoflah : rowi yang lalai, tidak sigap, sehingga tidak bisa membedakan mana yang benar dan mana yang salah dari hadits-hadits yang ia riwayatkan.
Su'ul hifzi : rowi yang sisi benarnya sama atau seimbang dengan sisi kesalahannya.
Katsrotu al-mukholafah liman huwa awtsaq minhu : seringkali menyelisihi rowi-rowi yang lebih tsiqoh darinya.
3. Ittishol as-sanad : perowi sebuah hadits yang bersambung dari awal sampai akhir. Atau dengan kata lain, setiap rowi mendengar hadits tsb langsung dari gurunya sampai kepada Rosulullah shallallahu ‘alaihi wasallam.
Yang tidak termasuk cakupan syarat diatas adalah :
Al-mu'allaq : hadits yang terputus dari awal isnad satu orang rowi atau lebih, bahkan sampai akhir isnad, yang disampaikan dengan konteks atau gaya bahasa yang tidak jelas (apakah rowi tsb mendengarkan hadits secara langsung atau tidak) misalnya dengan kata : qoola, rowa, zaada, dzakaro, atau yg semisalnya. As-Suyuti menambahkan : dengan berurut.
Al-munqothi’ : hadits yang terputus sanadnya satu orang rowi atau lebih dengan syarat tidak berurutan.
Al-mu’dhol : hadits yang terputus sanadnya dua orang rowi atau lebih dengan syarat berurutan.
Al-mursal : hadits yang disandarkan atau dinisbatkan oleh taabi’i kepada nabi yang ia dengar dari orang lain.
Al-mudallas : hadits dari seorang rowi yang seakan-akan ia dengarkan langsung dari syeikh atau gurunya, padahal hadits tersebut ia dengar dari orang lain. (dan yang seperti ini salah satu bentuk atau gambaran tadlis)
4. Al-mutaba’ah ‘inda al-haajah ilaiha, seperti hadits shohih lighoirihi (semula hadits hasan bidzaatihi, lalu ada riwayat lain yang menguatkannya sehingga naik derajatnya menjadi shohih lighoirihi) atau hasan lighoirihi (aslinya adalah hadits dhoif yasiiru ad-dho'fi (ringan kelemahannya), lalu ada hadits lain yang menguatkannya sehingga bertambah derajatnya menjadi hasan lighoirihi).
Yang keluar dari syarat diatas adalah :
Apabila ada rowi dho'if yang tafarrud (tidak ada rowi lain yang meriwayatkan hadits tsb kecuali dia), dan tidak ada riwayat lain yang menguatkannya.
5. Intifaa al-mukholafah : tidak diselisihi atau menyelisihi rowi lain.
Yang besebrangan dengan syarat diatas adalah :
Asy-syaadz : hadits yang diriwayatkan oleh rowi maqbul (mencakup tsiqoh dan shoduq) menyelisihi rowi yang lebih tingkatan atau derajatnya (karena jumlah rowi atau lebih dhobit, dst)
Al-munkar : hadits yang diriwayatkan oleh rowi dhoif (baik dalam keadaan tafarrud atau menyelisihi rowi tsiqoh)
6. Intifaa al-'ilal al-qoodihah : tidak terdapat cacat yang parah.
Yang tidak sesuai dengan syarat diatas adalah :
Al-mu'allal : hadits yang secara kasat mata shohih, namun apabila ditelaah kembali terdapal cacat yang merusak atau bahkan membatalkan ke-shohih-an nya.
Al-mudthorib : hadits yang diriwayatkan lebih dari satu sisi, tidak mungkin untuk di-jama’ atau di-tarjiih karena dalam kedudukan atau tingkat dhobit yang sama
Al-mudroj : hadits yang didalamnya terdapat tambahan dan bukan bagian dari hadits tsb, baik dalam isnad atau matan, di awal, di tengah, atau di akhir.
Al-maqlub : hadits yang didalamnya terdapat pertukaran, baik rowi haditsnya ditukar dengan rowi lain, atau isi haditsnya ditukar dengan isi hadits lain, baik sengaja atau tidak.
___________
03/03/1435 H
Sumber :
11. Taisiir mustholah al-hadits [DR.Mahmud thohhan]
22. Mu'jam mushtolah al-hadits wa lathoif al-asanid [DR.Diyaau Ar-Rahman Al-A'dzomi]
33. Dhowabith al-jarh wa at-ta'dil [DR.'Abdul 'Aziz bin Muhammad 'Abdul Latiif]
44. Mudzakkiroh mustholah al-hadits [DR.'Abdullah bin 'Iid Al-Jarbuu'i]
Disusun kembali di Madinah Nabawiyah pada tanggal 27 Muharrom 1436 H.
Oleh Hedi Kurniadi bin Helmi bin Su’ud.
Tweet
0 comments:
Post a Comment