Tingkatan-Tingkatan Mudallis

, by Unknown

Diterima tidaknya hadits yang diriwayatkan oleh perowi mudallis[1] tergantung sedikit banyaknya atau berat ringannya ia men-tadlis. Oleh sebab itu al-hafidz Al-‘Alaaiy[2] dan diikuti oleh al-hafidz Ibnu Hajar[3] membagi mudallis menjadi 5 (lima) tingkatan :

1. Rowi yang sangat jarang sekali men-tadlis, dan sesuatu yang sangat jarang terjadi tidak ada hukum tertentu baginya. misalnya : Yahya bin Sa'id an-anshory, Hisyam bin 'Urwah, dan Musa bin 'Uqbah
.[4]

2. Seorang rowi yang terdeteksi tadlisnya oleh para Imam, akan tetapi haditsnya masih diriwayatkan didalam kitab shohih meskipun tidak ada tanda-tanda bahwa rowi tersebut mendengar hadits langsung dari syeikhnya,

Dikarenakan Ia adalah seorang Imam, dan tadlis-nya sedikit seperti Ats Tsauriy....atau ia adalah seorang yang tidak men-tadlis kecuali dari rowi yang tsiqoh seperti Ibnu 'Uyaynah.[5]

3. Rowi yang sering men-tadlis, tidak ada satu pun Imam yang menjadikan haditsnya sebagai hujjah, kecuali ada bukti yang menunjukkan bahwa ia pernah mendengarkan hadits tersebut langsung dari gurunya seperti al-Hasan, Qotadah, Abu Zubair al-Makky, Abu Ishaq as-sabi’iy dan yg lainnya
.[6]

4. Para perowi yg telah disepakati bahwa haditsnya sama sekali tidak dijadikan hujjah, kecuali mereka benar-benar mendengar hadits tersebut dari gurunya, dikarenakan tadlis-nya dari rowi2 yang dhoif dan yang tidak diketahui idenditasnya (majahiil) seperti Baqiyyah bin al-waliid, al-Walid bin Muslim, Ibnu Ishaq, dan yang lain
.[7]

5. Rowi yang di-dhoif-kan bukan karena tadlis. maka hadits mereka tertolak meskipun mereka benar-benar mendengarkan hadits tersebut dari sang guru, kecuali hadits yang tidak terlalu dhoif
[8] seperti Al-kalby, Abu Sa’ad al-baqqol, Ibnu hali’ah al-hadromy, dan seterusnya.[9]
_______________
Footnote :
[1] menyembunyikan cacat yang terdapat pada hadits sehingga kelihatan baik. Terbagi menjadi 3 macam, ada tadlis isnad, tadlis syuyukh, dan tadlis taswiyyah.
[2] Jaami’uttahshil (113)
[3] Ta’riifu ahli attaqdiis, dan An-nukat (2/636)
[4] dan [5] haditsnya maqbul
[6] para ulama berbeda pendapat :
1. menerimanya secara mutlak,
2. menolaknya secara mutlak,
3. diterima jika ia benar benar mendengar hadits tsb.
[7] Ulama bersepakat menolak periwayatannya kecuali jika ia benar2 mendengar hadits tsb dan riwayat yang berhubungan dengan spesialis rowi tsb seperti Ibnu Ishaq (spesialis dalam periwayatan sejarah).
[8] Hadits dhoif terbagi menjadi 2, ada hadits yang ringan kelemahannya (yasiirud do'fi) bisa menjadi hasan lighoirihi jika ada syawahid [jalur lain yang menjadi penguat] dan hadits dhoif yang sangat lemah (syadiidu ad-do'fi)
[9] Ulama bersepakat menolak haditsnya, kecuali dho'if yasiiru ad-do'fi yang mempunyai syawahid.

wallahuta'ala A'lam...

diedit ulang di Madinah Nabawiyah, 27 Muharrom 1436 H.
Hedi Kurniadi bin Helmi bin Su’ud



0 comments:

Post a Comment