Kupas Tuntas Hadits Tsaqolain (Dirosah Haditsiyah) part.3

, by Unknown



3.HADITS JABIR BIN ‘ABDILLAH-rodhialllahu’anhu-

Takhrij Hadits

Hadits yang akan kami paparkan kali ini adalah potongan hadits Jabir bin ‘Abdillah yang panjang tentang sifat haji Nabi shallallahu’alaihi wasallam. Yang diriwayatkan oleh sekian banyak ulama yang mu’tabar baik di dalam kitab-kitab shohih maupun dalam karya-karya lainnya. Akan tetapi disini kami hanya akan mentakhrij riwayat yang berhubungan dengan lafadz wasiat Nabi shallallahu’alaihi wa sallam tentang berpegang teguh pada Al-Qur’an dan ahli bait saja.

Setelah dilakukan penelusuran jalur hadits, maka lafadz yang mengandung wasiat ini hanya terdapat pada satu jalur yaitu dari riwayat Ja’far bin Muhammad dari bapaknya, dari Jabir, isnadnya shohih dan telah disepakati keshohihan haditsnya. Hanya saja terdapat perbedaan lafadz :

Yang pertama, diriwayatkan dari Hatim bin Isma’il, dari Ja’far, dari bapaknya, dari Jabir, bahwasanya Nabi bersabda :

 وقد تركت فيكم ما لن تضلوا بعده إن اعتصمتم به كتاب الله

“dan telah aku tinggalkan untuk kalian, sesuatu yang tidak akan tersesat kalian setelahnya apabila berpegang teguh dengannya, (yaitu) Al-Qur’an.”

Hadits ini diriwayatkan oleh Ibnu Abi Syaibah (Mushonnaf 3/336 14705, 6/133 30077), Muslim (2/886 1218), Ibnu Khuzaimah (4/251 2809), Ibnu Hibban (4/310 1457), Baihaqi (Al-Kubro 5/6 8609), An-Nasa’I (Al-Kubro 2/421 4001), Ibnu Jarud (Muntaqo 1/123 469)

Kedelapan rowinya, yaitu Ibnu Abi Syaibah, Ishaq, Yazid, ‘Abdullah, Hisyam, ‘Utsman, Sulaiman, Ibrohim semuanya meriwayatkan dari Hatim.

Lafadz yang kedua,

إن قد تركت فيكم ما إن أخذتم به لن تضلوا كتاب الله وعترتي أهل بيتي

diriwayatkan dari Zaid bin Hasan Al-Anmathi, dari Ja’far bin Muhammad, dari Bapaknya, dari Jabir rodhiallahu’anhu, beliau berkata : “aku melihat Rosulullah disaat beliau berhaji pada saat hari Arofah, sedang beliau berada diatas ontanya yang qoshwaa' sambil berkhutbah, aku mendengar beliau berkata : “wahai sekalian manusia, sesungguhnya kau telah tinggalkan untuk kalian suatu perkara yang tidak akan tersesat jika kalian mengambilnya, (yaitu) Al-Qur’an dan ‘itrohku, ahli baitku.”

Hadits ini diriwayatkan oleh Tirmidzi (Sunan 5/662 3786), Tabroniy (Al-Kabir 3/66 2680, Awshoth 5/89 4757).

Ketiga rowi, yaitu Tirmidzi, Ash-Shobuni, dan Al-Hadromi, semuanya berkata : telah menceritakan kepada kami Nashr bin ‘Abdirrohman Al-Wasysyaa’, Al-Kufiy, telah menceritakan kepada kami Zaid.

Imam Tirmidzi berkata : dan di dalam bab (diriwayatkan) dari Abi Dzar, Abi Sa’id, Zaid bin Arqom, dan Huzaifah bin Usaid. Dan beliau berkata : “hadza haditsun hasanun ghoribun min hadza al-wajh.”

Beliau berkata lagi : “dan Zaid bin Al-Hasan telah diriwayatkan darinya Sa’id bin Sulaiman, dan yang lainnya dari ahli ‘ilmi.”

Thabroniy berkata : “hadits ini tidak diriwayatkan dari Ja’far bin Muhammad kecuali Zaid bin Al-Hasan Al-Anmathiy.”

STUDY KRITIS HADITS

Fokus penelitian hadits ini terletak pada perbedaan lafadz antara riwayat Hatim bin Isma’il dan Zaid bin Al-Hasan yang mana pada riwayatnya terdapat tambahan kalimat وعترتي أهل بيتي , mengapa demikian? Sebab isnad kedua riwayat ini shohih semuanya, dan telah disepakati setelahnya. Maka dapat dipastikan bahwa kesalahan terletak pada salah satu diantara mereka berdua.

Adapun Hatim bin Isma’il maka Ia adalah rowi yang tsiqoh, haditsnya telah disepakai sebagai hujjah, akan tetapi kadang-kadang melakukan kesalahan [1]

Sedangkan Zaid bin Al-Hasan maka ia adalah rowi yang dho’if, haditsnya munkar.[2]

Maka dari sini dapat diambil kesimpulan bahwa riwayat yang kedua adalah munkar. Sebab kita ketahui bersama bahwa hadits munkar itu ialah apabila ada riwayat rowi yang dhoif (yaitu Zaid bin Al-Hasan) menyelisihi riwayat rowi tsiqoh (yaitu Hatim bin Isma’il).

Dan dari sini juga kita dapat memahami perkataan Thabroniy : “hadits ini tidak diriwayatkan dari Ja’far bin Muhammad kecuali Zaid bin Al-Hasan Al-Anmathiy.” Artinya bahwa banyak rowi lainnya yang meriwayatkan hadits ini dari Ja’far bin Muhammad dan tidak menyebutkan kalimat وعترتي أهل بيتي (dan ‘itrohku, ahli baitku), hanya Zaid bin Al-Hasan sendiri saja yang meriwayatkan dengan tambahan kalimat tersebut, dan ini merupakan isyarat bahwa riwayatnya dhoif.

Namun Imam Tirmidzi meng-hasankan riwayat Zaid ini, dan dengan jelas menyebutkan bahwa haditsnya ghorib,  “hadza haditsun hasanun ghoribun min hadza al-wajh.”
Beliau juga berkata bahwa Sa’id bin Sulaiman telah meriwayatkan dari Zaid, dan yang lainnya dari ahli ‘ilmi.

Dari perkataan Tirmidzi (ghorib) sangat jelas bahwa Zaid telah tafarrud (menyendiri dalam periwayatan), sedangkan peng-hasan-an haditsnya ketika terdapat syawahid, sebab sebelum berkata “hasan” beliau berkata “dan didalam bab : dari Abi Dzar, Abi Sa’id, Zaid bin Arqom, dan Zudzaifah bin Usaid.”

Dan semua syawaahid ini telah dibahas sebelumnya, yang mana diantaranya ada yang shohih, akan tetapi tidak bisa menjadi syaahid, ada pula yang dhoif dan ini jelas tidak bisa dijadikan syaahid untuk riwayat Zaid tersebut. Hadits Abi Sa’id dhoif dan terdapat perbedaan lafadz, diantaranya ada yang menjadi syaahid, dan ada yang lainnya tidak bisa dijadikan syaahid (dan ini yang benar), hadits Zaid bin Arqom adalah shohih, dan yang dijadikan syaahid dari berbagai jalurnya adalah syadz dan tidak shohih. Sedangkan hadits Abi dzar dan hadits Hudzaifah juga tidak bisa dijadikan syaahid karena ke-dho’if-annya (akan dibahas nanti in sya Allah)

Maka semua riwayat yang ada dari hadits sahabat lainnya tidak bisa dijadikan syaahid, dan hadits Zaid ini mempunyai dua illah :

1) Zaid bin Al-Hasan Al-Anmathi telah menjadikan lafadz “wa’itrotii ahli baitii” ke dalam bagian hadits Jabir rodhiallahu’anhu, padahal kenyataannya bukan seperti itu, dengan dalil riwayat shohih yang menyelisihinya.

2) Ia juga telah memasukkan hadits lain ke dalam haditsnya ini, yaitu lafadz hadits ghodir khum ketika khutbah haji wada’, dengan dalil bahwa Zaid ini juga meriwayatkan hadits ghodir khum dari Hudzaifah rodhiallahu’anhu (di pembahasan selanjutnya in sya Allah) yang menunjukkan jika Ia mempunyai dua hadits, kemudian memasukkan lafadz salah satu haditsnya kedalam hadits lain karena kemiripan yang tampak diantara keduanya, dan tidak adanya pengamatan yang mendalam diantara dua riwayat.

Wallahuta’ala ‘Alam..
Footnote :

[1] Al-Mizzi (Tahdzibu Al-Kamal 5/187 992), Ibnu Hajar (Tahdzibut Tahdzib 2/110 209), (Taqribut Tahdzib 1/144 994)
[2] Ibnu Abi Hatim (Al-Jarh wa Ta’dil 3/560 2533), Ibnu Hibban (Ats-Tsiqoot 6/314 7886), Adz-Dzahabi (Al-Kasyif 1/416 1731), Ibnu Hajar (Taqrib 1/223 1217).

Madinah Nabawiyah, 25-04-1435 H.
Catatan ini kami nukil dari “Hadits Al-Washiyah bi Ats-Tsaqolain, Dirosah Haditsiyyah” karya DR.Manshur Mahmud Asy Syiroyiriy-hafidzohullah.

0 comments:

Post a Comment