Ngakak Ala Syiah Imamiyah
Sebuah keyakinan yang bersifat aneh sangat melekat dengan madzhab Syiah Imamiyah. Dan ini merupakan semacam atribut (Shifah) yang merupakan reciprocity culture (Hadharah Thardiyyah) yang tumbuh dan berkembang bersamaan dengan semakin berkembangnya madzhab syiah Imamiyah didunia. Sehingga perkembangan dan pembangunan (Foundation) madzhab syiah Imamiyah adalah berdasarkan keanehan-keanehan yang mereka yakini kebenarannya.
1. Imam Ali Radhiallahu Anhu Memukul Iblis sampai tersungkur ketanah

وبهذا الاسناد عن علي بن أبي طالب ع قال : كنت جالسا عند الكعبة وإذا شيخ محدودب قد سقط حاجباه على عينيه من شدة الكبر وفي يده عكازة وعلى رأسه برنس أحمر وعليه مدرعة من الشعر فدنا إلى النبي (ص) وهو مسند ظهره إلى الكعبة فقال : يا رسول الله ادع لي بالمغفرة فقال النبي (ص) : خاب سعيك يا شيخ وضل عملك فلما تولى الشيخ قال يا أبا الحسن أتعرفه ؟ قلت اللهم لا قال : ذلك اللعين إبليس قال علي ع : فعدوت خلفه حتى لحقته وصرعته إلى الأرض وجلست على صدره ووضعت يدي في حلقه لاخنقه فقال لي : لا تفعل يا أبا الحسن فاني (من المنظرين إلى يوم الوقت المعلوم) ووالله يا علي إني لأحبك جدا وما أبغضك أحد إلا شركت أباه في أمه فصار ولد الزنا فضحكت وخليت سبيله
Dan dengan sanad dari Ali Bin Abi Thalib Alaihissalam, katanya : Suatu ketika aku duduk di dekat Ka'bah, tiba-tiba datang orang tua bungkuk, dia sangat tua sekali, Alisnya terurai diatas kedua matanya dari saking lebatnya, dan ditangannya terdapat tongkat, serta kepalanya menggunakan penutup berwarna merah yang mempunyai kesamaan dari warna rambutnya, maka kami lalu mengadu terhadap Rosulullah Shallallahu Alaihi Wa Sallam yang sedang bersandar ke ka'bah, kemudian orang tua itu berkata : Wahai Rasulullah Shallallahu Alaihi Wa Sallam. Do’akan aku dengan segala pengampunan. Maka lantas Nabi Shallallahu Alaihi Wa Sallam bersabda : Tidak berguna usahamu Wahai Orang Tua karena amalmu tersesat. Maka ketika orang tua tersebut berlalu, Aku bertanya terhadap Nabi Shallallahu Alaihi Wa Sallam tentangnya, Maka Nabi Shallallahu Alaihi Wa Sallam bersabda : Dia adalah Iblis terlaknat. Berkata Ali : Kemudian aku mengejar orang tua tersebut di belakangnya sampai aku mendapatkannya sehingga aku bergumul dan membantingnya ketanah, dan aku duduki dadanya, tanganku mencengkram lehernya hendak mencekiknya. Maka berkatalah Iblis tersebut : Jangan lakukan Wahai Ayah Hasan, karena sesungguhnya aku adalah orang-orang yang di tangguhkan sampai hari kiamat, dan demi Allah wahai Ali Sesungguhnya aku sangat mencintaimu, tidak ada salah satupun orang yang akan membencimu kecuali Aku bergabung dengan bapaknya saat menyetubuhi ibunya sehingga ia menjadi anak zina, Aku tertawa dan membiarkan Iblis itu berlalu.
Hipotesis-hipotesis ulama syiah Imamiyah mengenai kemaksuman Imam Ali Bin Abi Thalib seperti riwayat diatas adalah bersifat imajinasi (Al Mikhyal) dan itu bertentangan dengan keutamaan Ali Bin Abi Thalib yang sesungguhnya. Pendekatan terhadap penggambaran tentang Ali Bin Abi Thalib yang seperti diatas tidak sesuai dengan yang tercatat dalam sejarah keislaman, dan ini mengingkari adanya identitas utuh Ali Bin Abi Thalib sebagai khalifah, karena bagaimana tidak, dalam kasus diatas, Rosulullah Shallallahu Alaihi Wa Sallam tidak disebutkan sama sekali oleh Iblis, dan dia hanya menyatakan cinta sepihak terhadap Ali Bin Abi Thalib. Apakah dengan hal itu berarti Ali Bin Abi Thalib lebih berhak dicintai dari Rosulullah Shallallahu Alaihi Wa Sallam?
Kalau penulis riwayat diatas ini mengajak kita untuk terbelenggu oleh lingkaran pengetahuan tentang keutamaan Ali Bin Abi Thalib dengan memproduksi pemahaman pemahaman yang menyimpang, tentu saja masalahnya akan semakin besar, sebab bagi siapapun yang mengkaji teks tanpa pendasaran agama akan lebih memposisikan cinta terhadap Ali Bin Abi Thalib daripada Nabi Muhammad sang pembawa Risalah.
Pengarang kitab Anwarul Nukmaniyat disini mendistorsi tata letak bukan hanya antara sahabat Ali Bin Abi Thalib dan Abu Bakar, namun lebih jauh lagi, dia meletakkan posisi Ali sebanding dengan posisi Nabi dalam hal kemukjizatan atau bahkan melebihi Nabi Muhammad Shallallahu Alaihi Wa Sallam.
Sudah barang tentu, jika salah satu ulama besar Syiah Imamiyah berkeyakinan meskipun terdengar aneh bagi lainnya, jika menyangkut terhadap bentuk utuh Imamah, merekapun berlomba lomba ikut meyakininya dan kemudian mengutipnya dalam kitab kitab mereka tanpa memandang pinjakan pinjakan dalil lain yang melemahkan terhadap riwayat tersebut, contohnya adalah Al Mar’asy yang menulis dengan muatan yang serupa.
قول إبليس لعلي بن أبي طالب : ما يُبغضك أحد إلا شاركت أباه في أمه
Perkataan Iblis terhadap Ali Ibn Abi Thalib : Tidak ada salah satu orang yang akan membencimu kecuali aku bergabung (Syirkah) dengan bapaknya ketika menyetubuhi Ibunya.

Sungguh sangat aneh, ulama Syiah Imamiyah mengaitkan antara apa yang disebut dengan tradisi dan pemikiran yang mundur kebelakang (At Turats Ar Raj’i Wa Al Fikr Ar Raj’i) dalam sejarah Islam, dimana posisi mencintai Ali Bin Abi Thalib yang merupakan simbol tradisi harus digabungkan dengan pemikiran yang menurut hemat saya jauh mundur kebelakang, dimana masyarakat kuno mempercayai terhadap kesucian pemuka agama yang marah kemudian bersekutu dengan Iblis karena disebabkan cinta terhadap para dewa, sungguh ini metode berpikir yang tidak rasional.
2. Ali Bin Abi Thalib mengelilingi tujuh lapisan bumi dengan menunggangi awan

عن علي عليه السلام أنه ركب السحاب فدارت به سبع أرضين
Dari Ali Alaihissalam sesungguhnya dia (Ali Bin Abi Thalib) menunggangi awan kemudian berputar putar mengelilingi tujuh lapisan bumi.
Sangat luar biasa wacana dinamika kemaksuman yang dibangun oleh golongan syiah imamiyah. Betapa tidak. riwayat diatas ini adalah pendugaan (Ath Thamsu) yang dianggap sebagai salah satu bentuk dari kemaksuman imam. Secara mendasar isi kandungan riwayat tersebut tidak menjadi masalah bagi penulis karena tingkatan untuk seperti diatas bisa dicapai oleh Nabi dan pembawa Risalah yang diberi kelebihan kelebihan oleh Allah Subhanahu Wa Ta’ala. Namun yang menjadi soal disini adalah semacam pembuktian oleh ulama-ulama syiah imamiyah untuk membangun kejatidirian Imam dengan riwayat-riwayat palsu yang dihadirkan (Hudlur) untuk memperkokoh bentuk kemaksuman para Imam dan menaikkan level imam diatas para Ar Risalah (Pembawa Risalah), karena sepengetahuan penulis, belum ada satupun riwayat yang mengatakan bahwa para Nabi serta pembawa Risalah, menunggangi awan dan kemudian jalan jalan mengelilingi tujuh lapisan bumi.
Demikianlah system wacana (Nizham Al Khithab) yang dibangun oleh syiah imamiyah mengenai konsep kelebihan-kelebihan yang dijadikan simbol jati diri para imam. Tidak tanggung tanggung, demi memberikan ruang penjelasan tentang wujud (Being) yang agung terhadap para Imam. Mereka menggunakan teks teks palsu sebagai langkah yang paling efektif untuk membungkus para imam dengan tingkatan teks sufistis (An Nashsh Ash Shufi) yang ironisnya tertolak oleh akal (Irrasional)
Tak heran wacana baru seperti ini banyak dikecam oleh para Rasionalis di dalam pengkajian terhadap sejarah (At Tarikh) karena sisi eksistensi yang begitu irrasional. Mengingat tidak adanya jaminan sejarah (Dzimma At Tarikh) yang menjadi pendukung kuat mengenai hal itu.
3. Kesaktian Para Imam.

يا علي (بن الحسين) بلغني إنك تدعي أن يونس بن متى قد عرض عليه ولاية أبيك فلم يقبلها وحبس في بطن الحوت . فقال له (علي بن الحسين : يا عبد الله بن عمر) وما أنكرت من ذلك؟ قال : اني لا أقبله فقال : أتريد أن يصح لك (ذلك) قال (له): نعم . قال (له): فاجلس ثم دعا غلامه فقال له جئنا بعصابتين وقال لي يا محمد (بن ثابت) شد عيني عبد الله بإحدى العصابتين واشدد عينيك بالأخرى فشددنا لأعيننا فتكلم ( بكلام ) ثم قال : حلا أعينكما فحللنا (ها) فوجدنا أنفسنا على بساط (ونحن ) على ساحل البحر ثم تكلم بكلام فأجاب له حيتان البحر و ظهرت ( بينهن ) حوتة عظيمة فقال ( لها ): ما اسمك ؟ فقالت : اسمي نون . فقال لها : لم حبس يونس في بطنك ؟ فقالت له : عرض عليه ولاية أبيك فأنكرها فحبس في بطني فلما أقربها وأذعن أمرت فقذفته وكذلك من أنكر ولايتكم أهل البيت يخلد في نار الجحيم . فقال : يا عبد الله أسمعت وشهدت ؟ فقال له : نعم . فقال : شدوا أعينكم فشددناها فتكلم ( بكلام ) ثم قال حلوها فحللناها فإذا نحن على البساط في مجلسه فودعه عبد الله وانصرف
Wahai Ali (Bin Husein) aku mendengar engkau mengklaim bahwa Yunus Bin Matta di tawari untuk mengakui atas kewilayahan Kakekmu (Ali Bin Abi Thalib Radhiallahu Anhu) namun Ia menolaknya, oleh sebab itu Ia di tahan di dalam perut ikan Paus.
Ali Bin Husein menjawab : Wahai Abdullah Bin Umar apa engkau ingkari Itu? Abdullah Bin Umar Menjawab : Aku tidak mempercayainya. Ali Bin Husein pun berkata : Apakah kamu ingin mengetahui kebenarannya? Abdullah Bin Umar Mengiyakan. Baik duduklah kamu. Kemudian Ali Bin Husein memanggil pembantunya dan berkata : Bawakan kami dua pembalut, dan Ali Bin Husein memerintahkan. Wahai Muhammad (Bin Tsabit) ikat kedua mata Abdullah Bin Umar dengan pembalut ini dan ikat kedua mata kamu dengan pembalut yang lain.
Kamipun mengikat kedua mata kami. Sejurus kemudian Ali Husein Melafadzkan kalimat dan memerintahkan untuk membuka ikatan di mata kami tiba-tiba kami temukan diri kami berada di sebuah hamparan dan kami berada dipantai laut. Kemudian Ali Bin Husein mengucapkan kalimat lagi, dan ikan paus menjawabnya lalu muncul ikan paus yang paling besar yang berada diantara ikan paus yang lain. Ali Bin Husein bertanya : Siapa nama kamu? Ikan paus itu menjawab, Namaku Nun, Ali Husein bertanya lagi, Kenapa nabi yunus di tahan di dalam perut kamu? Ikan itu Manjawab. Sebab dia telah ditawari untuk mengakui atas kewilayahan kakekmu, namun dia mengingkarinya. Oleh karena itulah dia ditahan di dalam perutku. Manakala yunus mengakuinya maka aku diperintahkan untuk memuntahkan yunus keluar. Dan dengan demikian pula orang-orang yang ingkar terhadap kewilayahan ahlu bayt, maka mereka akan dikekalkan dalam api neraka jahanam.
Ali Bin Husein Berkata Kepadaku (Abdullah Bin Umar) Wahai Abdullah Apakah Engkau telah mendengarkan dan menyaksikan nya? Abdullah Bin Umar Membenarkan nya Dan Berkata "Iya Benar" Ali Bin Husein Memerintahkan lagi, Ikatlah Lagi Mata Kalian, Dan ia Melafadzkan Kalimat Dan Kemudian ia Memerintahkan, Lepaskanalah Ikatan Di Mata Kalian Dan kamipun Melepaskan ikatan, Tahu-Tahu kami Sudah Berada Di Tempat Duduk Kami Semula. Kemudian Abdullah Bin Umar Berpamitan Kepada Ali Bin Husein Dan Pergi.
Muhammad Mullah Al Kasani tidak memberikan kesempatan sedikitpun atas penjelasan konsep Imamah yang dapat dipahami serta sesuai dengan pembentukan konsep kemaksuman. Ia menjauhkan sejarah konsep kemaksuman yang sesungguhnya dengan menghadirkan pembaharuan dalam nilai nilai yang indah (Al Jamal) dan bagus (Al Jaudah) sehingga yang terbaca adalah bahwa konsep Imamah adalah penyejuk mata yang sangat berharga melebihi konsep-konsep apapun. Karenanya kemudian dia membangun semacam teks-teks yang diyakininya dan djadikan sebagai pinjakan untuk meloloskan konsep Imamah dengan cara memperbarui teks aslinya.
4. Sumpah serapah Ali Bin Abi Thalib.
Menurut Ahlussunnah Wal Jama’ah, Ali Bin Abi Thalib itu termasuk dari golongan sahabat yang Udhul (Adil) juga hanif (Lurus), sementara menurut Syiah Imamiyah disebutkan bahwa Ali Bin Abi Thalib adalah orang yang diselamatkan dari dosa dan kesalahan, mengacu terhadap ayat kesucian Ahlul Bait yang diagungkan oleh Syiah Imamiyah. Bahkan Syiah Imamiyah sering menampilkan bahwa Ali Bin Abi Thalib dijaga langsung mengenai kemaksumannya. Dalam pembahasan ini, sungguh sangat bertolak belakang dari apa yang digambarkan oleh mereka, dimana disebutkan bahwa seorang wanita telah dicaci maki oleh Ali Bin Abi Thalib dengan begitu kasarnya.

قالوا: سمعناه وهو يقول: جاءت امرأة شنيعة وأمير المؤمنين ع على المنبر وقد قتل أخاها وأباها فقالت: هذا قاتل الأحبة فنظر إليها أمير المؤمنين ع فقال: يا سلفع يا جريئة يا بذية يا منكرة يا التي لا تحيض كما تحيض النساء يا التي على ههنا شيء بين مدلى
Para perawi hadist mengatakan : Kami mendengar Dari Abi Abdillah Alaihissalam berkata : Seorang wanita berwajah buruk datang terhadap Amirul Mukminin (Ali Bin Abi Thalib) ketika Ali Bin Abi Thalib diatas mimbar yang saudara serta ayahnya dibunuh Amirul Mukminin. Kemudian Wanita itu berkata : Orang ini adalah pembunuh kekasih. Lalu Amirul Mukminin Ali Bin Abi Thalib marah dan melihat kepadanya dengan berkata : Pendusta kau budak wanita, wanita kotor, wanita haram, wanita lancang, wanita yang tidak haidh seperti haidh-nya orang lain, wanita yang kemaluannya terdapat sesuatu yang menggantung.
Tak heran bahwa pemikiran itu merupakan sebilah pedang bermata dua, tidak bisa dimaksudkan bahwa kebenaran sebuah pemikiran itu terjamin dari cacat akan sebuah wacana, seperti halnya diatas ini. Syiah Imamiyah sangat ketat dalam penggambaran terhadap Ali Bin Abi Thalib karena mereka berasumsi bahwa kesucian Ali Bin Abi Thalib adalah sebuah kebenaran sejati, dari asumsi seperti itu maka muncullah cerita yang justru bertolak belakang dari apa yang mereka yakini, yakni kemarahan seorang yang disucikan tampak lebih parah bahkan dari orang yang paling parah sekalipun.
5. Kotoran para Imam tidak dapat dilihat.
Sesuci apapun manusia, selurus apapun dan bersifat seperti apapun manusia namun tetap saja mempunyai tingkatan wujud (Martabah Wujudiyyah) yang sama, makan, tidur dan sebagainya, karena yang berbeda adalah wujud antara manusia dengan Tuhannya, pemahaman akan hal ini tidak saja diyakini oleh orang orang Islam, nasrani dan yahudipun mempunyai garis kesimpulan dengan format pemahaman yang sama. Didalam keyakinan Syiah Imamiyah ternyata berbeda, disebutkan bahwa Para Imam berbeda dengan seluruh manusia.

ولا يرى له بول ولا غائط لأن الله قد وكل الأرض بابتلاع ما خرج منه ويكون رائحته أطيب من ريح المسك ويكون دعاؤه مستجابا حتى أنه لو دعا على صخرة لانشقت نصفين
Kencing dan berak-nya para imam tidak tampak karena Allah Subhanahu Wa Ta’ala telah mewakilkan kepada bumi untuk menelan setiap kotoran yang keluar dari para Imam, kencing dan berak-nya lebih harum dari minyak misik. Dan para Imam doanya pasti terkabul bahkan jika para Imam berdo’a diatas batu, maka batu tersebut pecah menjadi dua.
Mungkin jika perbedaan dalam tingkatan pemikiran bisa kita pahami, karena seperti yang kita ketahui, bahwa Ali Bin Abi Thalib adalah pintunya Ilmu dari kotanya Ilmu (Nabi Muhammad Shallallahu Alaihi Wa Sallam) namun bukan lantas dipahami bahwa perbedaan kecil tersebut merupakan alasan untuk mengatakan bahwa seluruh manusia dan para Imam itu berbeda didalam membuang kotoran yang disebutkan jika para Imam membuang kotoran, maka kotoran tersebut hilang seketika dimakan bumi.
Kesimpulan saya dalam bab ini adalah Setidaknya apa yang penting bagi kita bukanlah hasil hasil kajian atau kandungan pemikiran itu bersifat terputus ketika berbicara mengenai Imamah, tetap saja kita juga musti mengkaji sebagaimana nalar dari kemampuan kita dalam memahaminya, karena yang menjadi syarat diterimanya sebuah riwayat adalah harus sesuai pendapat yang lebih kuat dan tentu saja bersifat rasional (Ma’qul). Dengan itu sudah tentu kita akan menemukan hasil kajian yang memuaskan dengan tetap bersandar dari bentuk utuh sejarah itu sendiri.
By : Mahbub Yafa Ibrohim
Tweet

0 comments:
Post a Comment