Perbedaan Antara Shina'ah Haditsiyah dengan Fiqh Al-Hadits

عن أبي هريرة - رضي الله عنه - قال : قال رسول الله - صلى الله عليه وآله وسلم- : أكثر عذاب القبر من البول
Mengenai hadits ini syeikh Muhammad
Diyaau Ar-Rohman Al-A’dzomiy hafidzohullah berkata di dalam
kitabnya Al-Jaami’ Al-Kaamil :
“Shohih, diriwayatkan oleh Ibnu Majah
dari Ibnu Abi Syaibah di mushonnafnya, dari ‘Affan, dari Abu ‘Awanah, dari
A’masy, dari Abu Sholih, dari Abu Huroiroh..lalu menyebutkan haditsnya. ”
Daruquthni -rohimahullah- juga
meriwayatkannya dan berkata : shohih.
Al-Hakim berkata : “hadits ini
shohih menurut syarat Syeikhoin, dan aku tidak mengetahui adanya ‘illah, dan
(Bukhori dan Muslim) tidak meriwayatkannya.”
Dan beliau tidak menyebutkan muwafaqoh Adz-dzahabi.
Al-Bushiri juga menyebutkannya didalam
kitab Zawaid Ibni Majah : “rowi hadits ini shohih, dijadikan hujjah di
dalam kitab Shohihain.”
Tirmidzi menukil dari Imam Bukhori di
dalam kitab ‘Ilalnya : “hadits ini shohih.”
Sampai disini tidak ada isykal,
sebab Imam Bukhori, Bushiri, Hakim, dan Daruquthni mengatakan bahwa hadits ini
shohih. Akan tetapi coba kita simak pemaparan Abu Hatim dan Daruquthni
berikut ini;
Abu Hatim diaat ditanya tentang hadits
ini, beliau berkata : “ini adalah hadits yang bathil secara marfu’,
yang shohih bahwa hadits ini mauquf.”
Ad-Daruqutni mengulangi hadits ini
dikitab ‘ilal setelah menshohihkannya dikitab sunan, dan berkata : yang
shohih adalah mauquf. Sebab perbedaan pendapat akan hadits ini
adalah adanya pertentangan riwayat antara Ibnu fudhoil dan Abu ‘Awanah, Ibnu
Fudhoil memauqufkan hadits ini sampai ke Abu Huroiroh, sedangkan Abu
‘Awanah memarfu’kannya sampai ke Rosulillah. Dan Daruquthni merojihkan
riwayat mauquf.
Ini berarti Abu Hatim dan Daruqutni
merojihkan riwayat mauquf.
Inilah yang dinamakan dengan shinaa’ah
haditsiyyah yang merojihkan mauquf.
Adapun secara fiqhu al-hadits yang
shohih bahwa hadits ini marfu’, sebab perkara ghoib seperti ini tidak mungkin
dikatakan kecuali oleh syaari’ atau yang mensyariatkan,
yaitu Rosulullah-shallallahu’alaihi wasallam- (dan ini sebab
tarjih riwayat marfu’ yang pertama), tidak mungkin sahabat
mengatakan “sesungguhnya adzab neraka paling banyak disebabkan oleh air
kencing.”
Apakah mungkin sahabat yang
mengatakannya? Apakah sahabat syaari’. Tentu saja tidak, Sebab ini
merupakan perkara ghoib , tidak ada yang mengetahuinya kecuali Allah dan
mengabarkan berita ini kepada Rosulullah shallallahu’alaihi wasallam.
Namun jika ada yang merojihkan riwayat mauquf
maka Ia harus mengatakan hadits ini mauquf dan mengandung hukum marfu’. Dan
dengan syarat haditsnya tidak dho’if, dan kedua-duanya sama derajatnya, serta
terasa sulit untuk merojihkan salah satunya.
Meskipun yang rojih adalah riwayat
marfu’, sebab Abu ‘Awanan adalah salah satu murid A’masy, begitu juga dengan
Abu Fudhoil, sedangkan Abu ‘Awanah yang disifati dengan tsiqotun,
hafidzun, dhobitun tentu saja lebih shohih riwayatnya dari
A’masy jika dibandingkan Abu Fudhoil yang mana kedudukannya lebih rendah dari
Abu ‘Awanah (dan ini sebab tarjih riwayat marfu’ yang kedua). akan tetapi
Ad-Daruquthni tetap merojihkan riwayat Abu Fudhoil (mauquf) ihthiyaathon (jaga-jaga).
Oleh sebab itu, barang siapa yang
cendrung memilih metode shinaa’ah haditsiyah maka akan
merojihkan riwayat mauquf, dan yang lebih memperhatikan sisi fiqh hadits akan
merojihkan riwayat marfu’. Dan metode fiqhu al-hadits inilah
yang diterapkan oleh Imam Bukhori didalam merojihkan hadits yang bertentangan,
meskipun jika dipandang dari sisi shinaa’ah haditsiyyah menunjukkan
jika riwayatnya mauquf lebih kuat, sebagaimana yang diterapkan oleh Daruquthni
di dalam kitabnya al-ilzamat wa tatabbu’ begitu juga dengan An-Nasai di dalam
Sunan Shughro dan sunan kubro.
Perkara atau metode inilah yang
menjadikan Imam Bukhori memiliki kelebihan dari pada ulama yang lain, yang
kemudian diikuti oleh ulama-ulama lain setelahnya seperti Al-Hakim, An-Nawawi,
Ibnu Katsir, Ibnu Hajar, dan yang lainnya. Meskipun demikian diantara mereka
tidak saling membantah, masing-masing dari mereka mengembalikan masalahnya pada
kaidah-kaidah yang mu’tabar.
wallahu'alam..
Keterangan : ini merupakan salah satu
metode penulisan kitab Al-Jami’ Al-Kamil yang disusun oleh Syeikh Muhammad
Diyaau Ar-Rohman Al-A’dzomiy, yang mana menurut penuturan salah satu sahabat
kami, kitab tersebut terdiri dari kurang lebih 30 jilid yang mengumpulkan
hadits-hadits shohih saat ini masih dalam proses percetakan.
____________________
Madinah Nabawiyah, 20-04-1435 H.
Tweet
0 comments:
Post a Comment