Sanad yang Shohih Tidak Mengharuskan Keshohihan Sebuah Hadits

Syarh Ikhtishor 'Ulumi
Al-Hadits bag.6
105. Isnad yang shohih tidak
mengharuskan haditsnya shohih, akan tetapi matan hadits yang shohih harus
mempunyai isnad yang shohih, dan ini merupakan salah syarat pokok dari hadits
shohih selain syarat-syarat yang telah disebutkan ahli hadits.
Dahulu, ada sebagian orang
yang diumpamakan seperti haathibul
laili yaitu orang
yang hanya mengumpulkan hadits-hadits tanpa memahami maknanya,
mengumpulkan isnad hadits akan tetapi dibiarkan begitu saja, tidak dipilih mana
yang shohih dan mana yang dho'if. tidak memperhatikan apakah hadits tersebut
menyelisihi kandungan Al-Qur’an atau tidak, bertentangan dengan hadits
mutawatir atau tidak, dan lain sebagainya.
Sehingga pada saat ini
Orang-orang orientalis mengambil alih perkara ini, mereka menghembuskan
keraguan terhadap kesungguhan para ulama didalam menjaga Sunnah, mereka berkata
bahwa ahli hadits hanya memperhatikan isnad tanpa memeriksa matan hadits. Dan taskik ini diwariskan turun temurun oleh
musuh-musuh islam, sehingga sebagian orang mengatakan bahwa muhaddits tidak faham dengan hadits, dan ini
merupakan pelecehan terhadap kehormatan ulama kaum muslimin, penghinaan
terhadap keringat lelah ahli hadits didalam rihlah untuk
mengumpulkan hadits-hadits Nabi shallallahu
‘alaihi wasallam.
106.Naqd matan (study
kritis isi hadits) dilakukan sebelum naqd
isnad, dan naqd matan ini bermula sejak zaman sahabat rodhiallahu'anhum.
Sebagaimana yang dilakukan oleh Ummul Mu’minin ‘Aisyah rodhiallahu'anha ketika membantah atau mengingkari
sebagian hadits sahabat yang salah menurutnya, atau hanya meriwayatkan akhir
hadits dan tidak menyebutkan awal haditsnya.
Misalnya adalah hadits Abu
Huroiroh rodhiallahu'anhu :
إن الميت ليعذب ببكاء أهله عليه
“sesungguhnya mayit diadzab
sebab tangisan keluarngannya atas (kematian) nya.”
Lalu dibantah oleh Aisyah : “tidak, Nabi shallallahu 'alahi
wasallam tidak berkata seperti itu,” akan
tetapi hadits ini mempunyai kisah tersendiri, dan sahabat tidak mengaitkan
hadits ini dengan kisah tersebut, atau mereka lupa menyebutkannya. Padahal
Nabi mengatakan hadits tersebut untuk seorang yahudi yang mati dan ditangisi
oleh keluarganya, lalu Nabi shallallahu 'alaihi wasallam berkata kepada
sahabatnya bahwasanya mayit tersebut diadzab sebab tidak beriman kepada Allah
dan Rosul-Nya. Dan kisah ini tidak disebutkan sahabat, entah karena lupa atau
tidak mendengar perkataan Nabi lalu meriwayatkan akhir haditsnya saja tanpa
menyebutkan awal kisahnya. Beliau juga berhujjah dengan ولا تزر وازرة وزر أخرى
maknanya seseorang itu tidak menanggung dosa orang lain.
Begitu pula dengan hadits :
الشؤم في المرأة والدار والفرش
“Kesialan itu pada wanita,
rumah, dan kuda.”
Maka Aisyah marah ketika
mendengar hadits ini dan mengatakan bahwa hadits tersebut tidak benar, yang
benar adalah إن كان الشؤم jadi diriwayat ini mu'allaq atau dikaitkan, dan pada asalnya
tidak ada syuum (kesialan) didalam islam.
Hadits seperti ini banyak
dijumpai, sehingga Imam Bukhori didalam kitabnya At-Tarikh Al-Kabir membantah
sejumlah hadits yang bermasalah, disebab kan menyelisihi ini dan itu. Jadi
isnad yang shohih belum tentu shohih pula matannya.
Oleh sebab itu mereka adalah muhaddits sekaligus fuqohaa' umat ini, sehingga Imam Bukhori
dijuluki muhaddits dan faqiih.
Sayangnya ada sebagian orang yang mengatakan jika Abu Huroiroh, Anas bin Malik,
bukan ahli fiqh, oleh sebab itu jika mereka meriwayatkan hadits shohih dan
menurut mereka menyelisihi qiyas maka mereka lebih memilih qiyas dan
meniggalkan hadits shohih. Dan ini merupakan penghinaan terhadap para sahabat.
Imam Syafi’i berkata
mengenai Abu Huroiroh “kaana
Abu Huroiroh ahfadz man fi dahrihi” Abu Huroiroh adalah orang yang
paling hafal (dengan hadits-hadits Nabi pent.) pada masanya.
siapa yang sezaman dengannya
kalau bukan kibaru as-shohabah,
termasuk khulafa rosyidun.
Kholifah Marwan bin Hakam
pernah suatu ketika menguji hafalah Abu Huroiroh, dan memintanya untuk
menyebutkan 100 hadits. Kemudian Abu Huroiroh pun membacakan 100 hadits, dan
Marwan menyuruh seseorang untuk mencatatnya. Setelah satu tahun berlalu,
kholifah Marwan meminta Abi Huroiroh untuk mengulangi hadits yang pernah
disebutkannya di depan Marwan bin Hakan satu tahun yang lalu. Dan di belakang
kholifah ada seorang yang dulu mencatat hadits Abu Huroiroh.
Lalu Abu Huroiroh pun mulai
menyebutkan haditsnya satu persatu hingga 100 hadits tanpa salah, tanpa
tambahan dan tidak berkurang, beliau menyebutkan haditsnya sebagaimana satu
tahun yang lalu. Adz-Dzahabi berkata tentang masalah ini, “beginilah seharusnya hafalan.”
Nah, mereka adalah kibaru
ash-shohabah yang menjaga hadits-hadits Nabi dikatakan bukan faqiih???
نضر لله امرأ سمع مقالتي
فوعاها وأداها كما سمع
Taruhlah mareka, para
sahabat tidak faqih akan tetapi selama mereka telah melaksanakan sesuai dengan
perintah Nabi shallallahu 'alai wasallam yang telah mereka dengar, maka selesai
perkara, lantas mengapa mereka mengatakan bahwa sahabat tidak faqih?!
Dahulu abu Huroiroh
mempunyai majlis disamping kamar Aisyah, selang beberapa waktu, beliau
menanyakan perihal hadits yang ia riwayatkan ke 'Aisyah, “yaa shohiba al-hujroh, apakah anda
mempercayai apa yang aku katakan?” 'Aisyah rodhiallahu'anha menjawab
: "na’am, begitulah nabi
pernah bersabda, tapi tidak cepat seperti kalian. Namun beliau bersabda dengan
satu persatu, yang mana jika ada yang ingin menghitungnya, niscaya ia akan
mampu menghitungnya."
Adz Dzahabi berkata : "sungguh betapa buruknya orang
yang mengatakan bahwa Abu Huroiroh bukan seorang faqiih."
Maka sekali lagi kami
katakan bahwa isnad yang shohih tidak mesti matannya shohih.
Dilain kesempatan, terdapat
kesalahan dari sebagian orang yang menyandarkan pentashihhan hadits pada
perkataan Al-Haitsami : “rilaajulu shohih” yaitu rowi shohihain atau salah
satunya, atau rowinya tsiqoot.
maka terjadi syubhat bagi sebagian orang yang menshohihkan hadits yang
disebutkan Al-Haitsami bahwa rowinya shohih atau tsiqoh, ada ini merupakan
sebuah kesalahan, sebab al-Haitsami tidak menshohihkan hadits tersebut dengan
perkataan “rowinya
adalah rowi shohih atau tsiqot," beliau tidak bermaksud
menshohihkan hadits akan tetapi menghukumi rowi, dan hukum terhadap rijal
hadits tidak otomatis juga menghukumi matan hadits.
wallahu A’lam…
____________________
Majlis syarh
ikhtishor 'ulumi al-hadits karya Ibnu Katsir, oleh Syeikh Prof.Dr.Muhammad
Dhiyaau Ar-Rohman Al-A'dzomy-hafidzohullah.
Tweet
0 comments:
Post a Comment