Siapa Anda Setelah 10 Tahun...?!

, by Unknown




“Siapa anda setelah 10 tahun?”
Begitulah kira-kira pertanyaan yang dilontarkan Dosen mata kuliah Muharror kami di semester yang baru ini.

“Tinggal kalian jawab, saya tahu atau saya tidak tahu..!!”
Timpal Syeikh yang mempunyai sanad langsung ke Ibnu ‘Abdil Hadi rohimahullah, penyusun kitab Muharror Fii Al-Hadits.

Maka para mahasiswa dari berbagai negeri itu pun memegang penanya dan menulis jawaban yang ada dibenak mereka masing-masing.

“Ayo langsung dijawab saja, jangan dipikir lagi..” Tegas beliau.

Namun, ditengah kebimbangan sebagian tholib yang merasa aneh dengan pertanyaan ini terhenti sejenak oleh tatapan syeikh yang tertuju pada salah satu tholib (mahasiswa) yang duduk di kursi paling depan. 

“Kenapa tidak kamu jawab?” Tanya Syeikh kepada tholib asal Sudan itu,

“Saya tidak faham dengan pertanyaannya wahai syeikh..” Jawabnya dengan raut muka bingung.

“Ayo angkat tangan siapa aja yang tidak faham dengan soalnya..?” Tanya syeikh kepada semua mahasiswa.

Diantara kami saling toleh menoleh, ingin tau siapa saja yang mengikuti jejak tholib sudan tadi, dan ternyata tidak ada satu pun yang mengangkat tangan.

“Ya, mungkin karena kalian sebelumnya belum pernah mendengar soal ini, atau mungkin kalian merasa aneh dengan soal yang seakan-akan mendahului ketentuan Allah, mengetahui masa depan yang tidak ada satu pun diantara kita yang tahu.” Papar beliau lagi.

Kemudian syeikh berupaya menjelaskan permasalahan tersebut pada kami.

“Umpamanya begini, dipinggir jalan ada orang yang memarkir mobilnya, lalu ditanya, kira-kira 4 jam yang akan datang dimana anda? Orang ini menjawab : “Aku akan berada di Jeddah.”
Kemudian kembali ditanya : “Mengapa anda begitu yakin bahwa 4 jam yang akan datang anda sudah berada di Jeddah?”

“Iya, sebab arah jalan sudah tampak jelas, kalau belok kanan menuju Riyadh dan jika ke kiri mengarah ke Jeddah, bensin dalam tangki mobil saya penuh, ban baru saja diganti.” Ujar orang pertama dengan mantap.

Pada kesempatan yang sama, seorang pengendara mobil lainnya juga sodorkan dengan pertanyaan yang sama, akan tetapi jawabannya sangat berbeda dengan sebelumnya,

“Bismillah..tawakkal saja pada Allah, mudah-mudahan sampai tujuan.” Jawabnya dengan semangat ‘setengah matang’.

Namun, ternyata jarum bensinnya mengarah ke angka 5, ban mobilnya kempes, lantas dengan PeDenya ia berkata tawakkal.

Begitu pula dengan seorang tholibul 'ilmi, disaat ia melihat potensi yang ada pada dirinya, jadi mahasiswa madinah misalnya, yang mana dia dituntut untuk mengembangkan kemampuannya dalam menuntut ilmu dengan para masyayikh yang ada di Kampus, atau dengan menghadiri kajian-kajian yang ada di Harom (masjid nabawi), majlis-majlis menghafal Al-Qur'an, Hadits Nabawiyah, Mutun ‘Ilmiyah, dan lain sebagainya. Atau mungkin setelah menyelesaikan S1nya ia kembali melanjutkan S2 atau sampai S3. 

Nah jika kenyataannya sudah seperti itu, maka dengan optimisme yang tinggi ia akan mengatakan jika dirinya 10 tahun kedepan akan menjadi Mudir Ma'had misalnya, atau jadi Dosen di kampus sambil menjalankan bisnis, atau menjadi Da'i di pedalaman, atau Rektor, dan lain sebagainya.

Sedangkan gambaran orang yang kedua, ia hanya melewati hari-harinya di Madinah biasa-biasa saja, tidak mempunyai harapan ke depan setelah lulus mau jadi apa, tidak memiliki tujuan yang jelas, sehingga ia hanya akan mendapatkan apa adanya. Tidak termotivasi untuk melejitkan kemampuan diri. Syukur syukur kelak ketika terjun ke masyarakat masih mau mengajarkan ilmu yang ia dapatkan.

Perkara inilah yang dinamakan dengan istilah At-Tafkiir wa At-Tadbiir wa At-Takhtiith, artinya seorang muslim itu harus punya planning masa depan, bermula dari buah pikiran dengan menentukan tujuan, lalu mempelajari seluk beluk jalan yang akan ditempuh, dan untuk seterusnya meniti atau melangkah lorong waktu yang akan mengantarkannya untuk sampai kepada tujuan yang ia dambakan.

Metode atau prinsip hidup seperti ini bukan hanya sebatas wacana tong kosong yang nyaring bunyinya, bukan pula sebuah experimen yang bisa jadi benar dan bisa jadi salah, akan tetapi ianya adalah metode dakwah yang pernah dicontohkan oleh sebaik-baik makhluk yang pernah ada di alam semesta ini, Baginda Rosul Muhammad bin 'Abdillah sholatullahi wa salaamuhu 'alaihi...

Na'am..prinsip hidup yang keberhasilannya bisa kita rasakan hingga detik ini, bermula dari kisah wafatnya istri dan paman Nabi shallallahu 'alahi wa sallam, lalu kafir quraisy pun semangkin gencar meneror Nabi shallallahu 'alahi wa sallam dan para sahabatnya, menyiksa dan bahkan membunuh kaum muslimin yang hanya segelintir pada waktu itu. kemudian Nabi shallallahu 'alahi wa sallam menyuruh para sahabatnya untuk berhijrah dari mekkah menuju thoif dengan harapan mendapatkan perlindungan, namun kenyataan pahit yang diterima oleh Nabi shallallahu 'alahi wa sallam dan para sahabat, bukannya pertolongan yang didapat, akan tetapi tambahan siksa yang tak kalah pedih dari sebelumnya, diusir oleh orang-orang bodoh, dan mereka melempari manusia paling mulia dengan batu dan menyebabkan kaki beliau shallallahu 'alahi wa sallam berdarah. Di tengan perjalanan pulang dari Thoif, Rosulullah berdo'a kepada Allah untuk memaafkan kaumnya atas ketidak tahuan mereka dan seterusnya (do'a ini terkenal dengan do'a thoif).

Seketika Allah Ta'ala mengutus Malaikat penjaga gunung yang siap untuk menimpakan dua gunung yang besar keatas mereka, namun ternyata beliau menolak tawaran Malaikat tersebut dan berkata : 

 لا ، بل أستأني بهم لعل الله يخرج من أصلابهم من يعبده لا يشرك به شيئا 

“Tidak, akan tetapi aku masih berharap, semoga Allah mengeluarkan dari tulang sulbi (keturunan) mereka orang-orang yang kelak beribadah kepada Allah satu-satunya dan tidak menyekutukan-Nya dengan sesuatu pun.”

Perhatikanlah bagaimana beliau melihat secercah harapan dari suatu kaum yang telah menolak dakwah Nabi  shallallahu 'alaihi wa sallam , bagaimana Rosulullah shallallahu 'alaihi wa sallam mempertimbangkan masa depan, selangkah demi selangkah dalam berdakwah, jika bukan dari keturunan mereka secara langsung, mungkin keturunan dari anak-anak mereka, atau keturunan dari cucu-cucu dan seterusnya.

Sikap optimisme yang begitu besar dari Nabi dan dibarengi dengan kesungguhan, pengorbanan didalam berdakwa inilah yang kemudian menjadikan harapan beliau menjadi kenyataan. Dan keberhasilan metode beliau dalam berdakwah ini akan terus menerus menyinari dunia dan seisinya hingga akhir zaman nanti.

Setelah membaca catatan ringan ini, kami ingin bertanya sebagaimana guru kami bertanya,

“Siapa anda setelah 10 tahun kedepan..?!”

Silakan jawab masing-masing...!!

Wallahu A’lam wa Ahkam.

_________
Madinah Nabawiyah,22-04-1435 H
Di edit ulang pada tanggal, 03/03/1436 H.

0 comments:

Post a Comment