Kedudukan Sahabat Dalam Al-Qur'an, Cukup Mengeluarkan Mereka dari Syi'ah

, by Unknown


Sebagaimana sebelumnya, catatan kali ini juga berasal dari wawancara mantan marja’ syi’ah yang telah kembali kepada agama Islam, Syeikh Husein Al-Muayyid hafidzohullah. Yang kami alih bahasakan secara bebas dan dipotong sesuai dengan tema pembahasan. 


Syeikh hafidzohullah berkata : “kemudian bagi mereka yang mempelajari keadaan atau kedudukan sahabat, anggaplah beberapa orang diantara mereka memiliki keburukan (sebagaimana yang mereka klaim), tapi apakah semuanya begitu? Tentu saja tidak..! Lantas bagaimana mereka bisa menghukumi seluruh sahabat yang sangat banyak itu hanya dengan segelintir dari mereka yang melakukan kesalahan? Mengapa mesti disamaratakan, bukankah mereka para sahabat telah berjuang dengan harta mereka, berkorban demi Islam?

Lihatlah, perhatikan bagaimana al-Qur’an mensifati para Sahabat dari kalangan Muhajirin dan Anshor, dan sifat yang ada pada pribadi-pribadi tertentu dari mereka ridwaanullahi ‘alaihim. Mereka adalah orang-orang yang dikatakan oleh Nabi shallallahu’alahi wasallam ketika hendak berjihad :

“aku tidak memperoleh kendaraan untuk membawamu, lalu mereka kembali sedang mata mereka bercucuran air matakarena sedih disebabkan mereka tidak memperoleh apa yang akan mereka infaqkan (untuk ikut berperang).”

Orang-orang seperti ini; yang membela agama, yang kokoh imannya sekali-kali tidak akan menjual aqidah mereka hanya untuk kekuasaan, kiranya apa maslahat yang ingin mereka kejar?.

Sumber masalah sebenarnya ada pada kedudukan sahabat di dalam Al-Qur’an, sekiranya mereka mau menelaahnya -hanya masalah kedudukan sahabat di dalam al-qur’an saja- cukup bagi mereka untuk meninggalkan syiah. Sebab syiah berdiri atas pengkhianatan atau kebencian terhadap sahabat, pemikiran bahwa ada imam-imam tertentu yang telah diutus oleh Allah, dan disana ada perkara yang diketengahkan dan sahabat yang merusak perkara tersebut dan merebutnya dari pemiliknya (menurut klaim mereka). Jadi mencela sahabat adalah bagian pokok dalam aqidah syiah, karena syi’ah berdiri diatasnya. Dan termasuk kelicikan orang-orang syi’ah adalah dalam penukilan sejarah yang mereka ambil dari kitab-kitab sejarah yang pada hakikatnya penuh dengan penipuan, sejarah yang dhoif, kontradiksi, dan sebagiannya menyelisihi manhaj atau metode tarikhi dalam dirosah penukilan sejarah.  Dan mereka meninggalkan ayat al-Qur'an yang sangat jelas dan gamblng, menjelaskan kenyataan kaum muslimin pada waktu itu, dan generasi terbaik yang pernah ada.

Jika seandainya kita adakan muqoronah atau studi banding antara sahabat para Nabi dan sahabat Nabi Muhammad shallallahu’alahi wasallam, niscaya kita akan menemukan bahwa para sahabat Nabi أنظف(lebih bersih), أطهر )bersih suci( dari generasi lainnya yang pernah dikenal  sepanjang sejarah manusia. Tentunya para Rosul sangatlah banyak, akan tetapi jika kita melihat ‘ulul azmi yang ada 5 (lima); nabi Nuh, Ibrohim, Musa, Isa dan Muhammad sholaatullahi wa salaamuhu ‘alaihim. Nabi Nuh ‘alaihissalam selama 650 tahun berdakwah, na’am mengucapkannya begitu mudah, akan tetapi bukan urusan yang gampang jika seseorang hidup 600 tahun bersama kaumnya menyeru mereka pada tauhid namun ternyata hasilnya nihil, tidak ada yang beriman kepadanya kecuali sangat sedikit. Bahkan yang sedikit itu tidak kita temukan pujian untuk mereka di dalam al-Qur’an. Di dalam al-Qur’an sahabat Nabi Nuh ‘alaihissalam  yang sedikit ini hanya disinggung dengan ungkapan alladzina ma’ahu, waman ma’ahu, wan man ma'aka (“mereka adalah orang-orang yang bersamanya”, “dan yang bersamanya”, “dan yang bersamamu”) Tapi kata-kata pujian tidak kita dapatkan di dalamnya.  Padahal yang sedikit ini merupakan suatu keistimewann, ما آمن معه إلا قليل “tidak ada yang beriman kepadanya kecuali sedikit.”

Ada pun Nabi Ibrohim ‘alaihissalam dengan segala kemampuannya untuk membangun tauhid, tapi hasilnya beliau tidak mendapatkan pengikut. Dikatakan dalam al-Qur’an كان إبراهيم أمة dan beliau hanya sendiri, jikalau anak-anak beliau bukan para Nabi maka dikatakan bahwa beliau tidak mendapatkan sahabat sama sekali. Ketika anda melihat kisah Nabi Musa ‘alaihissalam maka anda akan tercengang karena bani Isroil yang telah melihat mukjizat nyata Nabi Musa yang dapat mereka pegang dengan tangan, tapi apa yang telah mereka perbuat kepadanya, mereka mengatakan :
قالوا أوذينا من قبل أن تأتينا ومن بعد ما جئتنا  “mereka (kaum Musa) berkata : “kali telah ditindas (oleh fir’aun) sebelum engkau datang kepada kami, dan setelah engkau datang kepada kami”. Yaitu mereka telah menuduh bahwa Musa adalah salah satu penyebab siksaan yang mereka derita, lalu mereka mengatakan : 

فَاذْهَبْ أَنتَ وَرَبُّكَ فَقَاتِلَا إِنَّا هَاهُنَا قَاعِدُونَ  “maka pergilah engkau bersama Tuhanmu, dan berperanglah kamu berdua, biarlah kami tetap menanti disini saja.”

Lalu beliau mengadukan perkara tersebut kepada Tuhannya, قَالَ رَبِّ إِنِّي لَا أَمْلِكُ إِلَّا نَفْسِي وَأَخِي ۖ  “Ya tuhanku aku hanya menguasai diriku sendiri dan saudara ku.” dan saudaranya adalah Nabi. Beliau berkata tentang sahabatnya bukan tentang mereka yang kafir terhadapnya, melainkan bani Isroil yang telah beriman kepadanya. Mereka pergi tak kembali, tidak ikut berperang dan memanggil Nabi mereka sendiri dengan “Wahai Musa’’, sebagimana yang termaktub di dalam al-Qur’an.

Adapun Nabi Isa ‘alaihissalam kalau kita memperhatikan al hawariyyin yang khusus bagi isa, masihiyun mengatakan bahwa mereka ini Rosul, orang-orang khusus bagi Nabi Isa ‘alaihissalam.

إذ قال الحواريون يا عيسى ابن مريم هل يستطيع ربك أن ينزل علينا مائدة من السماء قال اتقوا الله إن كنتم مؤمنين . “(ingatlah) ketika hawariyun (pengikut-pengikut Nabi Isa yang setia) berkata : “Wahai ‘Isa putra Maryam, bersediakah Tuhammu menurunkan hidangan dari langit kepada kami?” Isa menjawab : “bertaqwalah kepada Allah jika kamu orang-orang yang beriman.” Padahal mereka adalah orang-orang yang sangat dekat kepada Nabi Isa ‘alaihissalam.

Tapi mari kita lihat sahabat nabi yang membuat badan kita bergetar, yang berkata kepada Nabi shallallahu’alahi wasallam :

يا رسول الله لو خضت بنا البحر لخضناه معك
“wahai Rosulullah, sekiranya engkau mengajak kami untuk mengarungi lautan, niscaya akan kami arungi ia bersama mu.”
Mereka sama sekali tidak membangkang, dan mereka benar-benar berkhidmat pada nabi selama 13 tahun berada dibawah ta'dzim. Berhijrah ke Habasah dengan iman yang tertancap didalam hati, padahal yang mereka tuju adalah tempat yang gersang, apa maslahat bagi mereka? padahal pergi meninggalkan keluarga mereka, menginfaqkan harta mereka. Begitu pula disaat Nabi berkata : “aku telah pergi ke langit, sidrotu muntaha,”  apakah ada satu saja dari sahabat yang memintanya untuk menyebutkan dalil atau ragu dengan apa yang dikabarkan oleh Nabi shallallahu ‘alahi wasallam?, yang ragu adalah musyrikin. Adapun sahabat terutama Abu Bakar ash-shiddiq -disebut shiddiq karena peristiwa tersebut-, “aku mempercayainya  meskipun ada perkara yang lebih besar lagi dari itu.”

Lalu mereka pergi ke Madinah dan disambut oleh anshor yang sangat mencintai kaum muhajirin sebagaimana yang disebutkan Al-Qur’an, “mereka mencintai orang-orang yang telah berhijrah ketempat mereka, dan mereka tidak menaruh keinginan dalam hati mereka terhadap apa yang diberikan kepada mereka (muhajirin). Dan mereka mengutamakan muhajirin atas dirinya sendiri meskipun mereka juga memerlukan.”   
Ini adalah pujian untuk mereka didalam Islam, mereka telah berperang, beralih dari satu perang ke peperangan yang lain. Sama sekali mereka tidak berkeluh kesah dan berpaling, yang memberontak adalah orang-orang munafiq. Ketika Nabi wafat beliau shallallahu ‘alahi wasallam tidak meminta mereka untuk menaklukkan Negara lain, tidak membebani dan memberi mereka tanggung jawab akan tetapi karena ingin menyebarkan agama ini, kecintaan mereka pada risalah, dan kecintaan mereka untuk menyebarkannya, menghadapi berbagai macam mara bahaya, sebab jumlah mereka tidak banyak, akan tetapi karena iman dan tsiqoh kepada Allah, maka Islam pun tersebar keseluruh penjuru dunia. Tidak pernah terjadi sepanjang sejarah manusia seperti yang ada pada masa Abu Bakar dan Umar rodhiallahu ‘anhuma. Selama 14 tahun para sahabat mampu meruntuhkan imperium Persia dan mengalahkan kekaisaran Romawi.
Pasukan yang sangat kuat dan luar biasa itu yang telah dipersiapkan di Madinah. Tentu akan ada orang yang hasad dan memusuhi mereka, berusaha untuk menghancurkan citra mereka. Akan tetapi terhadap mereka, para sahabat rodhiallahu ‘anhum kita harus menghormati, menghargai jasa mereka.

Wallahuta’ala ‘alam..
Semoga bermanfaat..
____________________
Madinah Nabawiyah, 22-05-1435 H
Abu Syafiq ‘Abdisy Syafii bin Helmi bin Su’ud.

0 comments:

Post a Comment