Belajar Kesabaran dari Ustadz Firanda Andirja, MA. hafidzohullah
Diantara
tujuan pernikahan ialah menggapai ketenangan dengan kebersamaan. Allah ‘Azza
wa Jalla berfirman :
وَمِنْ ءَايَاتِهِ أَنْ خَلَقَ لَكُم مِّنْ
أَنفُسِكُمْ أَزْوَاجًا لِّتَسْكُنُوا إِلَيْهَا
“Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia
menciptakan untukmu isteri-isteri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung
dan merasa tenteram kepadanya.” (QS. Ar-Ruum: 21)
Bagi
wanita, seorang suami adalah wadah untuk mencurahkan segala isi hatinya, tempat
mengadu rasa suka cita. Berada dalam dekapan dan pelukan sang suami adalah
masa-masa terindah yang tergores dalam diary hidupnya. Dalam kebersamaan mereka
dapat saling mengisi kekurangan, saling mengingatkan apabila lalai, saling
mengajak kepada kebaikan, saling memperbaiki jika terjadi kesalahan, dan
seterusnya. Namun bagaimana halnya jika lautan lepas, samudra nan luas menjadi
pemisah diantara mereka, seperti seorang suami yang menimba ilmu di luar negeri
sebagaimana yang kami alami saat ini.
Terasa
berat memang, tapi harus bagaimana lagi, keputusan untuk meninggalkan istri di
kampung halaman adalah satu cuplikan dari sekian episode sandiwara langit yang
harus diyakini bahwa itu semua bagian dari takdir Ilahi. Pilihan hidup yang
membutuhkan pengorbanan extra, menuntut kesabaran dari kedua belah pihak agar
tidak terjadi kesenjangan antara harapan dan kenyataan.
Kesunyian
hati di tengah-tengah keramaian dan gelak tawa mahasiswa merupakan fenomena
yang sudah lazim dan menjadi bagian dari keseharian kami. Beruntung, kami masih
dapat menikmati jamuan ilmu yang ada di Masjid Nabawi serta kesibukan kuliah,
setidaknya kegiatan tersebut dapat mengisi lorong-lorong jiwa yang kosong, dan
menjadi penawar sekaligus tambahan gizi bagi hati.
Perkembangan
teknologi yang pesat terutama dalam bidang komunikasi tentu saja memiliki
manfaat yang luar biasa, dengan video call kita dapat bertatap muka langsung
dengan orang yang disayangi; orang tua, anak dan istri, melalui BBM dan whats
App kita bisa mengirim foto dan suara. Ya..sedikit banyaknya dapat meredam
kerinduan yang mendalam.
Kondisi
saat ini jelas berbeda dengan keadaan 10 tahun silam, dimana alat komunikasi
seperti HP masih menjadi barang langka, hanya orang-orang berkantong tebal saja
yang dapat memilikinya.
Adalah
al-ustadz Firanda Andirja hafidzohullah, seorang kandidat Doktor
Universitas Islam Madinah pernah menceritakan kisah cintanya dahulu kepada
kami, di awal tahun 2000an saat beliau masih menjadi mahasiswa baru. Magister
bidang Akidah yang pernah mengenyam pendidikan disalah satu kampus ternama di
kota Jogja ini pernah melalui masa-masa sulit, terutama untuk berkomunikasi
dengan istri beliau yang ada di Indonesia. Kegiatan belajar di kampus dan
selisih 4 jam lebih cepat waktu Indonesia menjadi salah satu kendala beliau
saat itu, untuk menelpon atau menerima telpon harus janjian terlebih dahulu
dengan temannya teman ustadz firanda yang tinggal di luar kampus. Jangankan
dalam sepekan, untuk komunikasi satu bulan satu kali saja susahnya minta ampun.
Kemudian
beliau memberikan nasehatnya kepada kami (khususnya yang sudah berkeluarga)
untuk selalu bersabar, dan bertakwa kepada Allah Ta’ala sebab
takwa akan membukan jalan keluar dari segala permasalahan dan kesulitan hidup,
Allah Subhaanahu wa Ta’ala berfirman :
وَمَنْ يَتَّقِ اللَّهَ يَجْعَلْ لَهُ
مَخْرَجًا
“Dan barang siapa yang bertakwa kepada Allah, niscaya
akan diberikan baginya jalan keluar (dari segala kesulitan)…” (QS. Ath Tholaq : 2)
Dengan
kesabaran dalam menghadapi kesulitan, in syaa Allah Allah akan
membalasnya dengan kebaikan, Allah Ta’ala berfirman :
فَاصْبِرْ إِنَّ الْعَاقِبَةَ
لِلْمُتَّقِينَ
“Maka bersabarlah, sungguh akibat (atau balasan baik)
bagi orang-orang yang bertaqwa.” (QS. Al-Huud : 49)
Dan
Maha Benar Allah, saat ini al-ustadz telah tinggal bersama istri dan
anak-anaknya di kota Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam setelah melalui
perjuangan yang panjang, dan diberikan kesempatan untuk lebih banyak menimba
ilmu dari para ulama Madinah. Semoga kesempatan untuk memboyong keluarga ke
Madinah Nabawiyah juga diberikan kepada kami, aamiin.
Berikut
ini, beberapa faidah yang kami ambil dari wejangan beliau hafidzohullah (Kunci Keberkahan Dimasa
Liburan) :
(1)
Bertakwalah di mana saja kalian berada.
(2)
Godaan pemuda saat ini tidak sama seperti dahulu, saat beliau mulai belajar di
Jami’ah Islamiyah.
(3)
Apa yang kalian biasakan di Madinah, biasakan juga ketika pulang nanti.
(4)
Hendaknya kalian berbakti kepada kedua orang tua, sebab salah satu kunci
keberhasilan dan keberkahan dalam menuntut ilmu ialah ridho orangtua.
(5)
Inti dari liburan nanti adalah dakwah, mulai dengan tema-tema yang ringan.
(6)
Syeikh Ibnu ‘Utsaimin rohimahullah mengatakan, tidak mengapa materi dakwah
sesuai kesepakatan dengan masyarakat.
(7)
Buatlah program pribadi, misalnya dalam waktu sekian harus menyelesaikan kitab
fulan, atau menghafal al-qur’an, hadits, dst.
(8)
Berdakwah kepada keluarga memang prioritas, namun terkadang ada mudhorot yang
harus kita hindari, sehingga menuntut kita untuk menunda.
(9)
Memaksakan diri dalam berdakwah adalah salah satu obat futur.
(10)
Berdakwahlah, sebelum tiba masa dimana kita dilarang untuk berdakwah
(11)
Akhlak yang baik adalah salah satu cara yang efektif untuk mendakwahi
keluarga.
(12)
Al-ustadz bercerita, jika dahulu di masa-masa awal berdakwah beliau pernah
diteriaki dan disuruh turun dari mimbar saat kajian di sebuah masjid. Pasalnya
sebelum jadwal beliau, ada salah satu ustadz di masjid tersebut berceramah dan
mengatakan bahwa Allah ada di mana-mana. Ketika giliran ustadz Firanda yang
mengisi kajian, beliau langsung membantah pernyataan sang ustadz tadi. Ustadz
Firanda menyadari jika metodenya pada saat itu keliru.
Sekian,
semoga bermanfaat..
____________
MED,
13 Shafar 1436 H
Tweet
0 comments:
Post a Comment